Jakarta, Aktual.com – Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, dan mengenalinya lebih dini akan lebih baik sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan potensi mereka dengan lebih efektif.
Psikolog Irma Gustiana A, S.Psi., M.Psi., Psikolog., CPC mengungkapkan ada tiga cara gaya belajar anak yang perlu dicermati orang tua agar tidak salah paham yang justru membuat anak dianggap sulit diatur.
Lulusan Magister Psikologi Universitas Indonesia itu kemudian menjabarkan ketiganya, yakni yang pertama gaya belajar visual. Anak yang bergaya belajar visual cenderung lebih senang belajar dengan penglihatannya untuk mengingat pesan atau informasi.
“Mereka biasanya senang segala sesuatu yang colorful, ada ilustrasi gambar, infografis, dan itu membuat mereka menikmati belajarnya,” kata Irma dalam acara puncak “Dunia Si Kecil” yang diselenggarakan berkenaan dengan Hari Anak di Jakarta.
Kemudian cara belajar auditori. Auditori itu berhubungan sama pendengaran, jadi cara belajarnya itu lebih dominan dengan cara mendengarkan orang lain atau sebuah objek atau sesuatu hal. Jadi kalau misalnya dia di kelas kecenderungannya tampak seperti anak yang tidak memperhatikan guru tapi sebenarnya dia mendengarkan apa yang diajarkan oleh gurunya, jelas Irma dikutip dari siaran pers, Senin.
“Nah, biasanya kalau untuk anak-anak auditori ini, kita menganjurkan orang tua mengajak mereka belajarnya itu read aloud (membaca dengan lantang). Kalau anak visual kan sambil silent aja dia bisa belajar, sambil dia coret, sambil dia lihat yang lain. Tapi kalau anak auditori, dia baca tapi dia bersuara sehingga suaranya tadi dia dengar,” katanya.
Cara yang ketiga adalah kinestetis. Anak-anak yang kinestetis itu belajar tapi dia banyak bergerak atau pindah-pindah. Kelihatan seperti gelisah tapi sebenarnya dia lagi belajar.
“Mungkin 5 menit dia tengkurap, habis itu nanti dia sambil selonjoran, terus pindah posisi yang lain tapi sambil bawa buku. Atau sambil mendengarkan sesuatu tapi dia bergerak. Nah itu adalah kinestetis,” ujar dia..
Tiga cara itu terjadi pada siapa pun, bahkan pada orang dewasa pun begitu. Jadi setiap orang punya gaya dan tidak ada yang salah dengan itu. Ada juga orang yang memiliki kombinasi dua cara belajar, cuma yang mana yang dominan. “Nggak ada yang pasti 100 persen visual itu enggak. Kayak aku, visual-kinestetis,” kata Irma menambahkan.
Rangkaian kegiatan “Dunia Si Kecil” dimulai sejak 19 Juni dengan Video Challenge untuk menunjukkan berbagai minat bakat, hobi, dan cita-cita anak-anak. Antusiasme yang besar terhadap kegiatan ini terlihat dari terkumpulnya lebih dari 350 video dengan hashtag #DuniaSiKecilLCP di Instagram Reels dan TikTok.
Sebanyak 60 video terbaik kemudian dipilih untuk mendapatkan hadiah berupa 10 paket mainan edukatif dan 50 undangan menghadiri langsung puncak acara “Dunia Si Kecil”.
Selain itu, acara ini dilengkapi dengan segmen Dancing Together sebagai bentuk bonding seru antara ibu dan anak. Agar suasana selebrasi Hari Anak lebih terasa, diadakan juga games berburu harta karun di area kolam bola untuk kemudian ditukarkan dengan hadiah spesial.
Selesai rangkaian acara, anak-anak dibebaskan untuk mengeksplorasi berbagai permainan yang tersedia di tempat bermain yang dirancang menggunakan konsep STEAM (sains, teknologi, engineering/teknik, arts/seni, dan matematika) itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Rohadi M Raja