Jakarta, aktual.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan kekhawatiran terkait insiden kecelakaan kerja di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), sebuah pabrik pengolahan nikel. Smelter nikel ini merupakan salah satu perusahaan yang beroperasi di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah.
“Kami menghaturkan rasa duka cita yang mendalam bagi para keluarga korban. Diharapkan, perusahaan dapat memastikan terpenuhinya hak-hak karyawan yang menjadi korban, baik yang meninggal maupun luka,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya, Senin (25/12).
Febri menegaskan bahwa pemerintah, termasuk Kementerian Perindustrian (Kemenperin), akan mengirimkan tim ke tempat kejadian. Oleh karena itu, Kemenperin mengambil inisiatif untuk berkoordinasi dengan PT ITSS dan pihak-pihak terkait dalam usaha penanganan cepat terhadap insiden kecelakaan kerja tersebut.
“Kami mendapat laporan bahwa pasca-kecelakaan ini, para korban ditangani dengan baik. Kami juga berharap agar perusahaan dapat kooperatif dengan tim investigasi kecelakaan kerja yang diturunkan ke lokasi. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi,” paparnya.
Febri mengungkapkan bahwa hasil inspeksi dari tim investigasi tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kejadian tragis di PT ITSS, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penilaian untuk perusahaan guna meningkatkan pengawasan dan pengendalian terkait penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Jadi Standard Operating Procedure (SOP) benar-benar dijalankan dengan benar, termasuk yang berkaitan dengan pekerjanya dan teknologi yang digunakan,” tuturnya.
Bagi Kementerian Perindustrian, implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mencegah serta mengurangi angka kecelakaan kerja di sektor industri. Pihak tersebut menekankan bahwa pelaksanaan K3 harus menjadi fokus utama bagi pelaku usaha di Indonesia, sambil mengajak dan mendorong sektor industri untuk menginternalisasi budaya K3 ke dalam individu di setiap perusahaan.
Dedy Kurniawan, yang menjabat sebagai Kepala Divisi Media Relations PT IMIP, mengonfirmasi bahwa situasi di lokasi kejadian sudah berada di bawah kendali. Jumlah korban yang telah meninggal terkonfirmasi mencapai 13 orang, terdiri dari 9 pekerja Indonesia dan 4 pekerja Tiongkok.
Sementara itu, sebanyak 46 korban luka umumnya disebabkan oleh kontak dengan uap panas. Diantaranya, 29 korban luka telah dirujuk ke RSUD Morowali, 12 orang sedang dalam observasi di Klinik IMIP, dan 5 orang menjalani perawatan sebagai pasien rawat jalan.
Manajemen PT IMIP telah menanggung semua biaya perawatan dan rehabilitasi bagi korban setelah kecelakaan, termasuk memberikan santunan kepada keluarga korban. Menurut manajemen, tungku smelter No. 41 yang mengalami kebakaran sebelumnya sebenarnya sedang ditutup untuk keperluan pemeliharaan.
Pada saat tungku tersebut tidak beroperasi dan sedang dalam proses perbaikan, sisa slag atau terak dalam tungku keluar dan berinteraksi dengan bahan mudah terbakar di sekitarnya. Ini menyebabkan runtuhnya dinding tungku dan aliran sisa terak besi yang mengakibatkan kebakaran.
Dampaknya, pekerja yang berada di lokasi tersebut mengalami luka-luka dan ada yang kehilangan nyawa. Dedy menyatakan bahwa hasil identifikasi penyebab kecelakaan ini menegaskan bahwa tidak ada tabung oksigen yang meledak seperti yang diinformasikan sebelumnya.
Saat ini, tim PT IMIP sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk safety tenant, satuan pengamanan objek vital nasional (PAM Obvitnas) Kawasan IMIP, Polda Sulawesi Tengah, Danrem Tadulako, dan pemerintah setempat di Kecamatan Bahodopi dan Kabupaten Morowali.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain