Beirut, Aktual.com – Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem pada Minggu (9/3), menegaskan kembali bahwa kelompok perlawanan itu tidak akan mengizinkan kehadiran Israel di Lebanon selatan.
Dalam wawancara dengan al-Manar TV, Qassem mengungkapkan bahwa selama perjanjian gencatan senjata diberlakukan, Hizbullah menghentikan operasi militer mereka, tetapi tetap mempertahankan kesiapan militer secara penuh.
“Selama 60 hari terakhir, Israel telah melakukan banyak pelanggaran. Perjanjian itu dengan jelas menetapkan bahwa Israel harus mundur melewati Sungai Litani,” kata dia.
Terkait masalah dalam negeri, Qassem menegaskan kembali dedikasi Hizbullah terhadap tata kelola dan stabilitas nasional, serta mendukung otoritas eksklusif pasukan keamanan atas keamanan dalam negeri.
Namun, Qassem menekankan bahwa persenjataan Hizbullah sangat penting untuk menghadapi Israel.
“Israel adalah ancaman eksistensial, dan perlawanan adalah hak Lebanon,” ungkapnya.
Menyinggung rekonstruksi Lebanon, Qassem menegaskan bahwa pembangunan kembali area-area yang dilanda perang merupakan tanggung jawab negara.
Dia menekankan peran berkelanjutan Hizbullah dalam urusan politik dan militer, seraya menegaskan bahwa “perlawanan” akan terus berlanjut selama ancaman Israel masih ada.
Perjanjian gencatan senjata, yang dicapai pada 27 November 2024, menghentikan sebagian besar konflik antara Hizbullah dan Israel yang telah berlangsung selama satu tahun, termasuk perang besar selama dua bulan yang melibatkan pengerahan pasukan darat Israel.
Perjanjian itu memerintahkan Israel menarik pasukannya dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari, tetapi Israel masih mempertahankan kehadirannya di lima posisi strategis di sepanjang perbatasan, dengan dalih adanya ancaman berkelanjutan dari Hizbullah.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan

















