Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menyerukan langkah tegas negara dalam menangani persoalan narkotika. Ia meminta agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menetapkan narkotika sebagai bahaya laten nasional yang mengancam masa depan bangsa. Pernyataan ini disampaikan dalam forum diskusi bersama wartawan parlemen, Senin (15/7).
“Sudah waktunya negara menyatakan perang terhadap narkoba melalui keputusan politik tertinggi. MPR harus menyatakan narkotika sebagai bahaya laten, seperti dulu kita menyebut komunisme sebagai bahaya laten,” tegas Hinca.
Ia menilai, penyalahgunaan narkoba bukan sekadar kejahatan biasa, melainkan kejahatan sistemik yang telah merusak struktur sosial hingga ke level desa. Menurutnya, pendekatan penanganan narkoba harus dibedakan secara tegas antara bandar dan pengguna.
“Bandar itu penjahat karena dia memperkaya diri dan merusak orang lain. Tapi pengguna, apalagi yang miskin, itu korban. Negara selama ini keliru karena memenjarakan korban,” jelasnya.
Hinca juga menyebut sistem penegakan hukum terhadap pengguna narkoba sarat kesalahan. Ia menganggap proses hukum terhadap pengguna melanggar HAM karena memperlakukan orang sakit sebagai pelaku kejahatan.
“Kalau pengguna ditanya sehat saat diperiksa, pasti dijawab sehat padahal dia sakit. Maka proses hukumnya cacat formal dan material,” ujarnya, menyebut bahwa negara justru menanggung biaya penjara untuk mereka yang seharusnya direhabilitasi.
Dalam forum itu, Hinca mendorong koordinator wartawan parlemen untuk memimpin gerakan mendorong ketetapan MPR terkait status bahaya laten narkotika, serta mendesak Presiden Prabowo menyampaikannya dalam pidato kenegaraan 17 Agustus mendatang.
“Ini kesempatan emas. Ulang tahun ke-80 Republik nanti harus ditandai dengan langkah berani menyatakan narkotika sebagai bahaya laten bangsa,” kata politisi Demokrat itu.
Lebih jauh, ia menyinggung kasus Tika, seorang anak yang membutuhkan ganja medis namun terhalang oleh hukum. Ia mengecam Kementerian Kesehatan yang dianggap tidak serius menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi untuk meneliti ganja sebagai obat.
“Ini fatal. Menteri Kesehatan pernah janji akan riset ganja medis, tapi ingkar. Saya minta Menteri Kesehatan mundur karena gagal memenuhi tanggung jawabnya,” tegasnya.
Sebagai solusi sistemik, Hinca juga mengusulkan agar seluruh kepala desa di Indonesia dilibatkan dalam gerakan “usir bandar narkoba dari desa”, bukan sekadar jargon “desa bersinar”.
“Stop glorifikasi, stop festivalisasi. Yang dibutuhkan aksi nyata. Kepala desa bisa jadi agen intelijen BNN untuk usir bandar dari kampung masing-masing,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















