Jakarta, aktual.com – Mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, menyampaikan pandangannya terkait pemberian amnesti oleh Presiden Prabowo kepada Hasto Kristiyanto dalam kasus korupsi yang melibatkannya. Ia menilai langkah tersebut sangat keliru dan berpotensi menyalahi konstitusi.
“Pertama, menyelesaikan perkara korupsi Hasto Kristiyanto melalui jalur Amnesti masuk dalam kategori impunitas, menggunakan amnesti sebagai hak kekuasaan konstitusional yang melekat pada presiden untuk melindungi koruptor,” kata Praswad, Jumat (1/8).
Menurutnya, langkah ini tergolong sebagai bentuk penyelundupan konstitusi. Meski secara prosedural amnesti tampak mengikuti ketentuan Pasal 14 Ayat 2 UUD 1945 dengan melibatkan persetujuan DPR dan digabungkan dengan amnesti bagi 1.116 terpidana lainnya, secara substansi justru digunakan untuk membebaskan pelaku korupsi. Praswad menegaskan bahwa apabila praktik ini diteruskan, maka Presiden Prabowo berpotensi dianggap melanggar sumpah jabatannya dan dituduh melakukan perbuatan tercela sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.
Ia menambahkan bahwa pemberian amnesti ini menjadi pukulan telak bagi agenda pemberantasan korupsi, apalagi berasal dari tangan presiden sendiri. Ia mengingatkan agar upaya membangun koalisi politik tidak dilakukan dengan cara mencederai penegakan hukum.
“Upaya presiden untuk merangkul oposisi untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan tidak boleh dengan menghalalkan segala cara, apalagi dengan cara membunuh pemberantasan korupsi. Presiden harus membatalkan Kepres Amnesti untuk koruptor. Jangan sampai hal ini menjadi preseden baru bagi para koruptor, sebesar apa pun korupsinya, setelah divonis bersalah, nanti bisa menggunakan mekanisme amnesti dari presiden agar lolos dari hukuman. Ini akan menjadi preseden buruk yang membuat koruptor akan terdorong menyelesaikan segala persoalan melalui mekanisme politik,” ucapnya.
Lebih lanjut, Praswad mempertanyakan keadilan jika hanya Hasto yang diberikan amnesti, sementara terpidana lain dalam kasus yang sama telah menjalani hukuman, seperti Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri. Ia juga mempertanyakan nasib buronan Harun Masiku.
“Amnesti kepada koruptor ini tidak hanya mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat, khusus untuk perkara Hasto Kristiyanto harus dijawab pula pertanyaan lanjutan, lalu bagaimana keadilan bagi terpidana-terpidana lainnya yang sudah menjalani vonis hukuman seperti sdr. Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, Saeful Bahri, dll? bagaimana juga dengan status buronan Harun Masiku, apakah harus dihapus juga?” katanya.
Praswad juga menilai bahwa penggunaan amnesti dalam kasus ini justru dapat merusak legitimasi KPK. Ia mengungkapkan bahwa langkah tersebut seolah menyiratkan bahwa kasus Hasto bersifat politis, bukan tindak pidana murni, sehingga diselesaikan melalui mekanisme politik.
“Menggunakan metode rekonsiliasi politik melalui mekanisme Amnesti terhadap perkara korupsi Hasto Kristiyanto adalah sebuah tuduhan serius dari Presiden Prabowo bahwa KPK sudah menjadi alat politik dan tidak lagi melaksanakan proses penegakan hukum secara prudent,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kasus ini telah berlangsung lama dan penuh intervensi sejak awal, termasuk upaya kriminalisasi terhadap tim penyidik serta pemecatan aparat penegak hukum yang terlibat dalam operasi.
“Perkara tindak pidana korupsi Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ini sudah berjalan selama 5 tahun dan sudah diintervensi sedemikian rupa bahkan sejak malam operasi tangkap tangan di PTIK tanggal 8 Januari 2020. Ada upaya kriminalisasi kepada tim pelaksana operasi di lapangan, bahkan berakhir dengan pemecatan terhadap para penyidik dan penyelidik yang melaksanakan OTT,” ucapnya.
Ia berharap Presiden Prabowo mampu bersikap bijak dan tidak membawa Indonesia semakin tenggelam dalam praktik korupsi.
“Harapan kami Presiden Prabowo selaku Panglima Tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia dapat melihat situasi ini dengan lebih jernih dan bisa menyelamatkan Indonesia agar tidak terperosok lebih dalam di jurang korupsi,” katanya.
Sebagai penutup, Praswad menyatakan bahwa apabila amnesti ini benar-benar dijalankan, maka hal tersebut menjadi bukti kuat bahwa intervensi politik telah berlangsung dalam perkara Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto sejak awal.
“Jika benar Amnesti ini dapat terlaksana, maka hal ini membuktikan bahwa benar perkara Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ini diintervensi oleh politik mulai dari hulu ke hilir, sejak dari malam penangkapan sampai dengan vonis putusan pemidanaan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















