Dorongan Pemakzulan Gibran Dan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Perkuat Kepemimpinan Prabowo

Aktual.com, Jakarta – Wacana siapa pengganti Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden (Wapres) semakin menggema. Nama tersebut diantaranya disampaikan oleh mantan Menko Polhukam Mahfud MD dan Pakar Pengamat Politik Refli Harun, keduanya menyampaikan dalam kanal youtube mereka. Selain itu redaksi aktual.com mendapat kabar nama nama lain dari berbagai sumber.

Secara garis besar nama nama tersebut terbagi pada dua kelompok, kelompok partai politik dan non partai politik. Dari partai Politik muncul nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, dari PDIP muncul nama Puan Maharani yang saat ini menjabat Ketua DPR RI dan Ganjar Pranowo. Dari Golkar muncul nama Ketua Umum Bahlil Lahadalia, Kemudian dari PKB muncul nama Ketua Umum Muhaimin Iskandar atau sering di sapa cak Imin.

Dari sisi non partai politik bila Gibran di makzulkan muncul nama nama kandidat calon pengganti seperti Anies Baswedan, Jenderal Polisi Tito Karnavian hingga Letkol Teddy Indra Wijaya yang selalu melekat disamping Presiden Prabowo disetiap saat.

Pendiri Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio menyampaikan, sebetulnya ada tiga skenario terkait sosok pengganti Gibran bila dimakzulkan. Pertama, tokoh dari partai politik pengusung pemerintahan. Kedua, dari internal Partai Gerindra. Dan Ketiga, nonparpol atau professional.

“Kenapa Gerindra, karena Gerindra kan harus memastikan di 2029 menang kembali. Kalau wakilnya dari partai lain, sama saja dengan membesarkan partai itu. Misalnya, wakilnya Puan, AHY, atau ketum parpol lain, tentu di 2029 hanya akan membesarkan mereka, apalagi sekarang semua parpol bisa majukan Capres-Cawapresnya,” papar pria yang akrab disapa Hensat.

Baca Juga:

Pemakzulan Gibran Berjalan Dalam Senyap

Sementara itu Pengamat politik Abdul Hamid menilai, bila isu usulan pemakzulan terus bergulir, dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot dari jabatannya, maka dua nama yang potensial disodorkan oleh Presiden Prabowo Subianto ke DPR, mereka adalah Puan Maharani dan letkol Teddy Indra Wijaya.

Ia menjelaskan, Puan merupakan putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang sekarang menjabat sebagai Ketua DPR RI, dan Ketua DPP PDIP. Adapun Teddy, merupakan perwira TNI AD berpangkat Letnan Kolonel dan mengemban posisi Sekretaris Kabinet Merah Putih.

Menurut Direktur Visi Indonesia Strategis itu, kedua nama ini diyakini secara hitung-hitungan politis lebih unggul dibanding elite politik lainnya, semisal Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau sering disapa Cak Imin. Maupun kalangan professional yang berada di kabinet, seperti Sri Mulyani, Tito Karnavian, dan Amran Sulaiman.

“Berdasar hitungan politis dan matematis koalisi serta segala macam, ya, yang potensial penggantinya adalah dari PDIP. Sangat mungkin Puan Maharani. Karena apa? Kalau isu pemakzulan terus bergulir dan sangat mungkin Gibran dimakzulkan, maka Prabowo harus mencari calon penggantinya yang sepadan untuk melawan Jokowi,” kata Hamid.

Baca Juga:

Gibran Dimakzulkan Bila Parpol Sepakat Nama Penggantinya

PDIP, menurut Hamid, memiliki kekuatan tersebut. Secara kursi di DPR, PDIP memiliki jumlah kursi terbesar, dan punya massa yang solid dan loyalitas yang tinggi. “Tentu, Prabowo harus merangkul kekuatan politiknya, sebesar atau sebanding dengan Jokowi,” ucapnya.

Karena, jelas Hamid, Prabowo pasti akan berhadapan secara langsung dengan Jokowi ketika usulan pemakzulan berlanjut di DPR. “Kan tidak mungkin Jokowi diam saja ketika anaknya mau dimakzulkan. Ketika head to head dengan Jokowi, maka Prabowo harus mencari kawan yang mem-back up-nya. Pilihan rasionalnya, ya, PDIP,” ujarnya.

Menurutnya, sangat tidak rasional bila Prabowo berhadap-hadapan dengan Jokowi, lalu yang dipilih untuk menggantikan Gibran adalah orang-orang yang dekat dengan Jokowi atau barisan dari loyalis Jokowi.

“Prabowo ini orang yang suka rapih, tidak suka gaduh. Prabowo butuh penguat kalau Gibran dilepas, butuh penyeimbang. Satu-satunya penyeimbang yang sangat mungkin, ya, dari PDIP,” kata Hamid.

Karena itu, Hamid menilai, tokoh dari Golkar tidak akan dilirik Prabowo untuk menggantikan Gibran, hal mengacu pada kedekatan Ketua Umum Golkar saat ini Bahlil Lahadalia dengan Jokowi dan geng Solo selama ini.

“Bahlil kan masih ada bau-bau Jokowi. Apalagi, Bahlil juga dalam posisi terjepit, terkunci. Satu kaki di Jokowi, satu kaki di Prabowo. Bahlil juga lagi dikilik-kilik agar Golkar angkat kaki dari Jokowi,” papar Hamid.

Baca Juga:

Mahfud MD: Pemakzulan Gibran Mudah Jika Prabowo Bangun Koalisi Dengan PDIP, Puan atau Ganjar Bisa Jadi Wapres

Adapun posisi partai medioker di Parlemen, atau di luar tiga besar perolehan kursi, seperti PKB, NasDem, PAN, dan Demokrat, akan mengikuti arahan Prabowo dengan kompensasi penambahan pos menteri sebagai bargaining melanjutkan pemakzulan Gibran.

“Kalau parpol lain di luar tiga besar (perolehan kursi di DPR, red), pasti nurut asal dapat slot menteri. Kalau Gibran di amputasi, otomatis pasukan Geng Solo di Kabinet kan berkurang,” ucap Hamid.

Sementara terkait calon Wapres dari kalangan professional yang nonparpol, Hamid menyebut, potensinya memang terbuka. Hal itu bisa saja terjadi ketika tarik-menarik yang alot antar parpol. Gaya politik Presiden Prabowo, ucapnya, cenderung akan memilih sosok yang relativ lebih netral tapi bisa diterima semua pihak.

“Teddy mungkin saja ya. Relativ netral tapi ada warna-warna Gerindra atau Prabowo. Kalau Amran, apalagi Tito, tidak mungkin ya. Tito sekarang kan kembang kempis, posisinya Tito kan di Jokowi. Amran juga begitu masih bau-bau Jokowi. Kalau aromanya masih Jokowi ngapain amputasi Gibran. Kalau mau amputasi Gibran artinya siap fight, head to head dengan Jokowi, maka bahasa kasarnya akan bumi hangus,” papar Hamid.

Meskipun, ungkap Hamid, pilihan dari nonparpol ini agak riskan bagi Prabowo. Karena tidak memiliki kekuatan politik yang riil.

Kader NU dan Muhamaadiyah Punya Peluang Jadi Wapres Bila Gibran Dimakzulkan

Direktur Visi Indonesia Strategis Abdul Hamid mengungkapkan pilihan kader partai politik atau non partai politik pengganti Wapres Gibran Rakabuming Raka bila dimakzulkan akan menyisakan ruang kebisingan politik. Dimana kondisi itu yang nampaknya di hindari Presiden Prabowo bila melihat gaya kepemimpinannya hingga saat ini.

Menurutnya kader dua organisasi islam besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah mempunyai kesempatan menjadi Wapres bila pemakzulan Gibran berjalan, dan para tokoh dua Ormas islam ini bila dipilih kemungkinan tidak akan menimbulkan gejolak politik besar, seperti Wakil Presiden Maruf Amin yang merupakan tokoh NU.

“Kalau dari professional terlalu riskan. Paling mungkin kalau mengambil dari non parpol, itu bisa dari Ormas yang diterima semua parpol, seperti dari NU atau Muhammadiyah,” ucap Hamid, kepada aktual.com.

Baca Juga:

Ini Ternyata Alasan Rocky Gerung Yakin Pemakzulan Gibran Akan Terlaksana di DPR

Disisi lain Pendiri Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio sepakat dengan pernyataan tersebut. Menurut pria yang akrab disapa Hensat, bila pengganti dari parpol hanya akan terus menimbulkan friksi politik saja.

“Gaduh politik masih akan terus terjadi kalau Wapresnya dari parpol,” ujarnya.

Karena itu, menurut Hensat untuk mengurangi kegaduhan tersebut paling memungkinkan pengganti Gibran bila dimakzulkan sebagai Wapres berasal dari non parpol yang bisa menjadi penengah.

“Bisa dari Ormas, MUI, NU atau Muhammadiyah. Bisa juga dari Kementerian/lembaga yang merupakan sosok professional, seperti Sri Mulyani, atau Kepala BGN karena Prabowo sedang gencar MBG,” ungkap Hensat.

Baca Juga:

Desak Bacakan Surat Pemakzulan Gibran, Golkar Tes Ombak

Meski begitu menurut Hensat, Presiden Prabowo bisa saja tidak memilih Wapres yang baru pasca Gibran dimakzulkan. Dan kondisi tersebut pernah terjadi saat Presiden BJ Habibie terpilih, Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto tidak pernah memiliki Wapres hingga akhir masa tugasnya sebagai Presiden selesai.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi