Kerusuhan yang melanda Jakarta dan sejumlah daerah pada 28–30 Agustus 2025 mengguncang stabilitas nasional dan memunculkan pertanyaan tentang aktor tak kasatmata di baliknya. Aksi protes yang awalnya menuntut pembatalan tunjangan perumahan fantastis bagi 580 anggota DPR, Rp50 juta per bulan, hampir 10 kali lipat upah minimum Jakarta, berubah menjadi gelombang kericuhan massal
Di Senayan, demonstrasi damai pada 28 Agustus seketika pecah setelah aparat menembakkan gas air mata, memicu bentrokan meluas hingga pembakaran fasilitas umum. Puncaknya, Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas terlindas kendaraan taktis Brimob di tengah kekacauan malam itu.
Tragedi ini menyulut amarah publik dan solidaritas luas. Keesokan harinya ribuan mahasiswa dan pengemudi ojol mengepung Mapolda Metro Jaya menuntut keadilan, dihadang barikade aparat bersenjata dan tembakan gas air mata. Gelombang protes serupa menjalar ke Bandung, Makassar, Yogyakarta, Solo hingga Surabaya, menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap arogansi DPR dan aparat kepolisian.

Kerusuhan tiga hari tersebut membawa korban yang tidak sedikit. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat 716 orang menjadi korban dalam kerusuhan ibu kota. Dinas Kesehatan DKI melaporkan 469 orang harus mendapat pelayanan medis (371 rawat jalan, 97 rawat inap) dan 1 orang meninggal dunia akibat insiden di Jakarta. Secara nasional, tujuh orang tewas di Jakarta, Makassar, Solo, dan Yogyakarta.
Kerusakan infrastruktur pun parah. Gubernur Jakarta Pramono Anung mengungkap kerugian fasilitas umum di Jakarta mencapai Rp55 miliar, antara lain halte bus TransJakarta, sarana MRT, dan CCTV yang dirusak massa.
Ribuan peserta aksi ditahan. Polda Metro Jaya menangkap 1.240 orang selama unjuk rasa, dari total 3.195 orang yang diamankan polisi di 15 provinsi. Komnas HAM mengecam keras insiden kekerasan aparat hingga jatuhnya korban jiwa.
“Komnas HAM mengecam tindakan oknum polisi yang brutal sehingga hilangnya nyawa,” ujar Ketua Komnas HAM Anis Hidayah.

Menanggapi situasi genting tersebut, pemerintah bergerak cepat. Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers di Istana Negara, 31 Agustus 2025, menegaskan negara menghormati aspirasi murni dan hak demonstrasi damai, namun memperingatkan tegas terhadap tindakan anarkis yang mengarah pada kudeta.
“Aspirasi murni harus dihormati. Namun, tidak dapat dipungkiri adanya gejala tindakan di luar hukum, bahkan yang mengarah kepada makar dan terorisme,” ujar Prabowo
Presiden memerintahkan TNI–Polri bertindak tegas mencegah perusakan, penjarahan, maupun gangguan keamanan. “Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk mengambil tindakan setegas-tegasnya terhadap segala bentuk perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah-rumah, maupun gangguan terhadap sentra ekonomi sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya
Buntut aksi yang berujung kerusuhan, pemerintah pusat bersama para ketua partai politik sepakat mencabut kebijakan tunjangan DPR yang kontroversial serta menonaktifkan anggota dewan yang ucapannya menyulut kemarahan publik.

Prabowo mengimbau masyarakat menjaga persatuan dan tidak terprovokasi pihak manapun.
“Indonesia berada di ambang kebangkitan. Jangan sampai kita diadu domba. Suarakan aspirasi dengan baik dan damai, tanpa merusak, menjarah, atau membuat kerusuhan,” tuturnya
Di sisi lain, tujuh anggota Brimob yang terlibat insiden tertabraknya Affan telah diperiksa dan dua di antaranya terancam sanksi pemecatan
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyampaikan penyesalan mendalam seraya memohon maaf atas jatuhnya korban sipil. “Saya sangat menyesali insiden yang terjadi, dan mohon maaf sebesar-besarnya atas peristiwa ini,” kata Listyo, Kamis (28/8/2025) malam.

Belasungkawa juga disampaikan langsung dengan kunjungan Presiden Prabowo ke keluarga almarhum Affan dan pemberian santunan. Langkah-langkah tersebut diharapkan meredakan situasi panas yang sempat mendorong wacana darurat militer.
Pengamat intelijen Wawan Purwanto menilai eskalasi kerusuhan memang berbahaya, namun berharap kondisi bisa ditangani tanpa perlu tindakan militer ekstrem.
“Status darurat militer bisa saja terjadi jika eskalasi terus berlanjut, namun belum perlu, masih bisa diatasi dengan standar umum. Militer memback up Polri. Ini sinergi yang baik,” pungkas Wawan, seraya mengingatkan semua pihak menahan diri demi memulihkan stabilitas keamanan nasional dengan tetap menjunjung HAM.
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















