Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pangkalpinang resmi menetapkan pasangan calon nomor urut 3, Prof Saparudin dan Dessy Ayutrisna, sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Ulang 2025.
Keputusan ini diumumkan usai rapat pleno rekapitulasi suara tingkat kota yang digelar KPU di Swiss-Belhotel Pangkalpinang, Selasa (2/9/2025). Dalam pleno tersebut, pasangan yang akrab disapa Prof Udin–Cece Dessy berhasil meraih 39.546 suara sah, unggul jauh dari tiga pasangan calon lainnya.
Kemenangan ini tergolong mutlak. Prof Udin–Cece Dessy mendominasi perolehan suara di seluruh kecamatan, dengan angka tertinggi di Kecamatan Gerunggang mencapai 7.903 suara. Dukungan merata di semua wilayah menegaskan kuatnya kepercayaan masyarakat Pangkalpinang terhadap pasangan ini.
Dengan hasil resmi dari KPU, Prof Udin–Cece Dessy kini tinggal menunggu jadwal pelantikan untuk memimpin Kota Pangkalpinang periode 2025–2030.
Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada Ulang Pangkalpinang 2025:
Paslon 1, Eka Mulyia Putra–Radmida Dawam: 5.439 suara
Paslon 2, Maulan Akil–Zeki Yamani: 26.085 suara
Paslon 3, Prof. Saparudin–Dessy Ayutrisna: 39.546 suara
Paslon 4, Basit Cinda Sucipto–Dede Purnama Alzulami: 27.325 suara
Adapun jumlah seluruh suara sah tercatat 98.395, suara tidak sah 5.461, sehingga total suara masuk sebanyak 103.856.
Kemenangan Kotak Kosong di Pilkada 2024
Pada November 2024, sejarah kecil tapi menggema tercipta di Kota Pangkalpinang. Untuk pertama kalinya dalam sejarah politik lokal, kotak kosong mengalahkan pasangan calon tunggal dalam pemilihan wali kota.
Hasil rekapitulasi menunjukkan kotak kosong meraih 48.528 suara atau 57,89 persen, meninggalkan pasangan petahana Molen–Hakim dengan hanya 35.177 suara atau 42,02 persen. Kekalahan itu bukan sekadar angka, tapi tanda frustrasi kolektif warga atas terbatasnya pilihan.
Menanggapi fenomena tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pangkalpinang menetapkan digelarnya Pilkada Ulang pada 27 Agustus 2025.
Tidak lagi tunggal, kini warga disuguhi empat pasangan calon dengan karakter, kekuatan, dan pendekatan politik yang berbeda-beda. Persaingan menjadi terbuka, dan kali ini tak ada yang boleh menganggap enteng suara diam.
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















