Danantara dan Masa Depan BUMN Indonesia: Antara Sentralisasi Aset dan Otonomi Strategis

Jakarta, aktual.com – Arya Palaguna pendiri IEPR (Institue of Economic and Political Resources) melihat. Dari hari ke hari, di balik gemerlap pembangunan dan modernisasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi saksi perjalanan panjang Indonesia. BUMN merupakan jantung ekonomi nasional yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada berbagai sektor — dari energi, pangan, hingga transportasi.

“Namun, selama puluhan tahun, keberadaan BUMN tak selalu berjalan mulus. Fragmentasi, tumpang tindih fungsi, dan kurangnya efisiensi menjadi masalah klasik untuk dicarikan solusi yang mendasar dan komprehensif,” kata Arya kepada actual.com.

Baca juga:

Erick Out. Pembubaran Kementerian BUMN?

Saat ini, dibawah kepemimpinan Presiden Parbowo Subianto, Negara hadir untuk mengambil langkah strategis dan berani berani dengan membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau yang lebih dikenal dengan nama Danantara.

“Bayangkan sebuah badan hukum khusus yang mengelola hampir seluruh aset strategis BUMN dalam satu wadah besar—seperti satu induk raksasa yang menjaga dan mengembangkan harta negara senilai hampir USD 900 miliar,” ungkapnya.

Sebuah Superholding yang Memikat Harapan

Danantara hadir dengan janji modernisasi dan profesionalisme yang didesain bukan sekadar menjadi pengelola aset biasa, tapi sebuah superholding yang mampu membuka akses modal global, mendorong efisiensi, dan menyatukan kekuatan BUMN dalam skala nasional.

“Dengan model yang mengadaptasi keberhasilan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, Danantara ingin membawa BUMN ke level yang lebih tinggi—lebih berdaya saing, lebih fokus, dan lebih produktif.” Ucapnya.

Baca juga:

Jurus Pembubaran Kementerian BUMN Dibalik RUU Danantara

Konsultam strategic management officer di berbagai perusahaan menyatakan, Bayangkan, alih-alih ada puluhan BUMN yang berjalan sendiri-sendiri, mereka sekarang duduk dalam satu meja, saling bersinergi dan berbagi sumber daya.

“Penghematan bisa dilakukan, manajemen profesional bisa diperkuat, dan investasi baru pun bisa lebih mudah diperoleh. Hal ini adalah harapan besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.

Namun, Tidak Semua BUMN Masuk ke Dalamnya

Tapi tidak semua BUMN ikut serta dalam perjalanan besar ini. Pemerintah sebaiknya membiarkan beberapa BUMN tetap mandiri. Kenapa? Karena ada BUMN yang membawa misi sosial dan pelayanan publik yang sangat penting—yang tidak bisa hanya diukur dari untung rugi saja.

“Misalnya, BUMN yang bergerak di sektor transportasi umum atau distribusi pangan, dengan aktivitasnya menjangkau daerah-daerah terpencil, sering kali harus menanggung beban sosial yang berat. Mereka bukan sekadar perusahaan biasa, tapi penjaga stabilitas dan pemerataan yang tak ternilai harganya,” papar Arya.

Baca juga:

Rontoknya Kewenangan Kementerian BUMN dan Transisi Super Holding Danatara

Pilihan di Persimpangan: Masuk atau Tetap Mandiri?

Bagi BUMN yang bergabung ke Danantara, ada banyak peluang. Mereka bisa mendapatkan akses modal yang lebih luas, mengurangi tumpang tindih, dan menjalankan manajemen yang lebih profesional. Namun, ada juga tantangan besar.

“Mereka harus menghadapi tekanan untuk lebih fokus pada profit dan efisiensi, yang bisa jadi bertentangan dengan misi sosial yang dulu melekat,” ucapnya.

Sementara, BUMN yang tetap di luar Danantara menjaga otonomi mereka. Mereka punya kebebasan mengambil keputusan sesuai kebutuhan sektor dan daerah masing-masing.

“Namun, risiko mereka adalah keterbatasan dana dan potensi hambatan birokrasi,” jelasnya.

Baca juga:

Kewenangan Kementerian BUMN yang Berpindah ke Danantara

Mencari Jalan Tengah yang Berkelanjutan

Disinilah letak kompleksitasnya. Tidak semua BUMN bisa dipaksa berjalan di jalur yang sama. Dibutuhkan sebuah pendekatan hybrid.

“BUMN yang berorientasi bisnis dimasukkan ke Danantara, sementara BUMN yang fokus pada pelayanan publik tetap mandiri tapi dengan tata kelola yang lebih ketat dan transparan. Model ini memberi ruang bagi setiap BUMN untuk beroperasi sesuai dengan perannya—sebuah simfoni yang harmonis antara nilai ekonomi dan nilai social,” paparnya.

Melangkah dengan Bijak ke Depan

Danantara bukan sekadar sebuah badan hukum baru, melainkan sebuah harapan baru untuk BUMN dan ekonomi Indonesia.

“Namun, keberhasilannya tidak hanya bergantung pada struktur dan aset, melainkan juga pada tata kelola yang bersih, profesional, dan berpihak pada rakyat,” ungkapnya.

BUMN yang bergabung dengan Danantara harus siap menyambut era baru persaingan dan investasi global. BUMN yang tetap mandiri harus memastikan misi sosialnya tidak tergerus waktu dan tekanan. Keduanya harus berjalan berdampingan dalam harmoni, menjaga kepentingan bangsa yang lebih besar.

“Karena pada akhirnya, pengelolaan aset negara bukan sekadar soal angka di neraca, tapi soal masa depan Indonesia yang berdaulat, adil, dan Makmur,” pungkasnya.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi