Jakara, Aktual.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan menertibkan produksi dan peredaran rokok ilegal atau tak bercukai, baik dari luar maupun yang berasal dari dalam negeri.
“Kepentingan para produsen rokok dan para pegawai di industri rokok kita jaga dengan memastikan nggak ada produk-produk ilegal lagi. Itu enggak gampang tapi pasti kita bisa bereskan,” tegas Purbaya.
Namun, Purbaya mengatakan, akan berupaya menjadikan produsen rokok ilegal menjadi legal. Selain penindakan hukum, Purbaya sedang mengkaji agar para produsen rokok ilegal ini masuk dalam sistem industri hasil tembakau (IHT).
“Kalau hanya dengan pemberantasan, kita ‘bunuh’ semua, ya matilah mereka. Tujuan saya untuk menciptakan lapangan pekerjaan jadi tidak tercapai,” ucapnya.
Baca juga:
Cukai Rokok Pisau Bermata Dua, Antara Nasib Buruh dan Kesehatan
Persoalan rokok ilegal menjadi perhatian serius tidak hanya bagi pemerintah namun juga produsen-produsen rokok besar. Pemerintah mengaku adanya rokok ilegal menggerus penerimaan negara karena rokok tidak bercukai otomatis tidak memberikan pendapatan ke kas negara.
Sementara, bagi produsen rokok besar, masyarakat yang memilih membeli rokok ilegal karena lebih murah mengurangi penjualan mereka di pasaran yang akhirnya mengancam kelangsungan pabrik, buruh, dan petani tembakau.
Menurut Indodata Research Center, ada peningkatan persentase rokok ilegal dari sekitar 28‑30 persen pada tahun‑tahun sebelumnya menjadi sekitar 46 persen pada 2024.
Indota pun merilis, potensi kerugian negara mencapai Rp 97,81 triliun dari peredaran rokok ilegal pada 2024.
Adapun Ditjen Bea Cukai mengungkapkan, pada Mei 2023 saja nilai barang rokok ilegal/hasil tembakau ilegal yang ditindak mencapai sekitar Rp 6,7 triliun.
Oknum dan Produsen Rokok Besar
Besarnya nilai yang berputar di industri rokok ilegal ini menjadi salah satu faktor kenapa peredarannya masih marak di masyarakat. Hal ini pun menimbulkan pertanyaannya, mungkinkah ada yang melindungi bisnis haram tersebut? Apakah ada keterlibatan produsen rokok besar? Dan apakah ada potensi tindak pencucian uang dari hasil peredarannya?
Pengamat ekonomi dari Next Indonesia Herry Gunawan menyampaikan dugaan adanya dukungan atau perlindungan dari oknum aparat, dalam hal ini Bea Cukai, Kepolisian, maupun TNI, dalam produksi dan peredaran rokok ilegal.
“Ini kan produk rokok ilegal bukan 10-20 batang, ini produk ribuan dan jutaan batang yang beredar. Sangat mungkin bisnis ini dilindungi oknum aparat, seperti bea cukai, kepolisian, maupun lainnya. Kan tidak mungkin bisnis haram ini tidak terdeteksi oleh mereka,” paparnya.
Baca juga:
Cukai Rokok Melambung Tinggi, Apakabar Petani Tembakau?
Herry pun mencontohkan, bila ia misalnya berperan sebagai pengepul rokok ilegal, maka memerlukan gudang yang bisa menyimpan ribuan bahkan sampai jutaan batang rokok. Sebagai pengepul saja, ia memerlukan gudang dengan fasilitas yang besar, apalagi pabrik yang memproduksi rokok ilegal.
“Masa seh aparat tidak bisa mencium dan mendeteksi. Sangat mungkin mereka tahu tapi membiarkan dan melindunginya,” paparnya.
Herry pun menyebut peredaran rokok ilegal bukan saja berasal dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Ia menyebut Pulau Sumatera dan Kalimantan banyak beredar rokok ilegal selundupan dari Malaysia maupun Singapura.
Kepala Pusat Studi Center of Human and Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITBAD) Roosita Meilani Dewi menyampaikan, meskipun pihaknya belum memiliki data pasti soal dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi bisnis rokok ilegal, namun hal itu sangat mungkin terjadi.
“Bisa saja ada yang mendukung dan mendanai secara modal dan keamanan. Secara keamanaan kan terkait produksi dan distribusi, itu kan kenapa sampai mudah memproduksi dan beredar. Pasti ada yang berperan dalam hal modal dan keamanan, ini jadi PR bagi Pemerintah,” paparnya.
Baca juga:
Viral Pabrik Rokok Legendaris Gudang Garam Dikabarkan PHK Massal
Dugaan keterlibatan oknum Bea Cukai, misalnya muncul di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat. Mengutip dari media daring lokal, Kalimantannews.id, masyarakat di perbatasan Malaysia mengeluhkan oknum Bea Cukai yang menyita rokok ilegal dari Malaysia namun kembali memutarnya di pasar gelap.
“Rokok banyak ditangkap Bea Cukai. Tapi, selepas itu dijual lagi. Mereka sekarang macam perampok di jalan,” ungkap seorang sumber yang menolak namanya disebut.
Menurut sumber tersebut, barang sitaan itu lenyap sangat cepat tanpa hitungan hari. Dalam hitungan jam, barang bukti yang seharusnya terkunci di gudang negara bisa hilang besok harinya.
Bahkan, media sosial X pernah diramaikan video seorang oknum anggota Polrestabes Surabaya yang diduga merebut mobil boks bermuatan rokok ilegal dari tangan Bea Cukai.
Berdasarkan unggahan video akun X @Hera*, Kamis (8/5/2025), peristiwa tersebut terjadi saat mobil boks sedang diamankan oleh petugas Bea Cukai. Pengunggah menyebutkan, cekcok antara polisi dan petugas Bea Cukai terjadi di Madura, Jawa Timur, Rabu (7/5/2025). Polisi kemudian diduga membawa kabur mobil boks ke arah Surabaya, Jawa Timur setelah adu mulut dengan petugas Bea Cukai.
Sorotan tajam penanganan rokok ilegal juga pernah disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Hinca Panjaitan dalam rapat kerja dengan Kapolri. Politisi Partai Demokrat ini mempertanyakan peran Polri dalam mengusut tuntas produksi dan pemberantasan peredaran rokok haram tersebut.
Polri disebutnya hanya baru menangkap pelaku-pelaku kecil dari rokok ilegal, sementara pemain besar industri ini belum tersentuh. Buktinya, produksi dan peredaran rokok ilegal masih marak walaupun banyak di antara pengepul dan pengedarnya yang sudah ditindak hukum.
Baca juga:
Cukai Rokok Naik, Sri Mulyani: Kendalikan Konsumsi Rokok
Apakah ada dugaan produsen rokok besar pun bermain rokok ilegal? Baik Herry maupun Roosita sama-sama memungkinkan prasangka itu. Menurut Herry, sangat mungkin pemain rokok ilegal berkolaborasi dengan produsen rokok besar yang legal.
“Kan bisa saja ada yang berelasi dengan produsen rokok besar yang tujuannya untuk mengambil pasar gelap di rokok, cerita seperti itu ada. Supaya produsen besar ini tidak kehilangan pendapatan juga kan, dapat ceruk keuntungan di rokok ilegal,” paparnya.
Roosita menyatakan, indikasi keterlibatan perusahaan rokok besar di rokok tak bercukai sangat terlihat dari produk yang mirip, dan diproduksi secara massif.
“Kita pertanyakan juga kenapa ada rokok ilegal? Siapa yang produksi? Itu kan hampir mirip produknya dengan produsen-produsen rokok besar. Produksi kan massif dan perlu modal besar. Modal besar dari mana? Karena itu indikasi ini perlu diselidiki bea cukai dan pajak. Perlu ada penindakan dari Kemenkeu,” paparnya.
TPPU di Rokok Ilegal Triliunan
Selain itu, Herry pun menyoroti adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam bisnis rokok ilegal. Menurutnya, ada dua kemungkinan TPPU di industri tersebut. Pertama, modal produksi dan distribusi rokok ilegal bisa saja dari uang haram.
“Uang gelap ditaruh sebagai modal membuat dan menjual rokok ilegal, karena kan pasti membutuhkan modal besar. Kedua, bisa juga uang hasil dari rokok ilegal kemudian diputar, dicuci ke usaha atau bisnis yang bersih. Dicuci misal ke properti, saham dan lainnya,” papar Herry.
Baca juga:
Kenaikan Cukai Rokok Sebagai Investasi Kesehatan Rakyat dan Kekuatan Fiskal Negara
Dugaan Herry ini beralasan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pernah membongkar praktik pencucian uang hasil kejahatan penyelundupan rokok ilegal dari Vietnam ke wilayah Kepulauan Riau. Jutaan batang rokok ilegal itu direncanakan akan juga akan di distribusikan ke wilayah pesisir wilayah timur pulau Sumatera.
Direktur Analisis PPATK Maryanto, menyampaikan hasil penelusuran pihaknya ditemukan lima rekening yang menampung hasil uang hasil penyelundupan rokok Ilegal oleh pelaku LHD. Lima rekening itu atas nama pelaku lainnya.
“Pelaku menggunakan rekening pihak ketiga (5 rekening) untuk melakukan transaksi hasil penyelundupan, setiap transaksi menggunakan catatan dalam transaksinya. Pelaku berusaha memutus pengawasan PPATK karena banyak transaksi dilakukan dengan tunai. Pelaku juga melakukan penukaran valuta asing serta menginvestasikan ke aset seperti mobil, High speed craft (HSC) dan beberapa aset lainnya yang totalnya mencapai Rp 1 triliun,” ujarnya, Jumat (23/9/2022).
Baca juga:
Rokok Ilegal: Ancaman Senyap bagi Ekonomi dan Generasi Muda
Kepala Sub Direktorat Penyidikan DJBC, Winarko menerangkan pengungkapan tindak pidana pencucian uang berkat kerjasama dengan PPATK sehingga mendapatkan bukti yang kuat untuk pengungkapan pencucian uang pelaku LHD.
“Kami mendapatkan bukti pelaku melakukan penyelundupan rokok ilegal dari Vietnam sebanyak 61 kali selama tahun 2019 hingga 2020. Saat tiba di perairan Kepri rokok di Kapal Layar Motor (KLM) dipindahkan ke HSC lalu kemudian didistribusikan ke wilayah Kepri dan pesisir pulau Sumatera,” terangnya.
Penyidik juga bersama PPATK menemukan aliran dana untuk pembuatan satu unit kapal giant HSC 38 meter mesin MAN 3×1.800 HP, di salah satu galangan kapal di Batam dengan Rp 22,5 miliar. Uang tersebut didistribusikan ke 9 vendor untuk membangun kapal tersebut.
“Total aset dan uang yang disita penyidik Bea Cukai sebesar Rp 44,6 miliar,” tambahnya.
Untuk menjalankan aksi penyelundupan rokok ilegal, LHD membuat dua badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yakni PT PPJ dan PT PPB sehingga terlihat sebagai usaha legal.
“Sudah kami koordinasikan dengan pajak tidak ada pajak yang dibayarkan. Di perusahaan itu ada kegiatan ekspor impor saat di cek data Bea Cukai tidak ada kegiatan tersebut. Jadi Hanya memiliki akta notaris perusahaan saja,” ujarnya.
Pada 2023, Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, Jawa Tengah, mengeksekusi kasus TPPU dari pasangan suami istri pengedar rokok ilegal dengan jumlah hampir Rp4,5 miliar. Kajari Boyolali menjelaskan bentuk pencucian uang yang dilakukan pasutri asal Klego diketahui dari pertanggungjawaban uang yang diperoleh dari tindak pidana kepabeanan (peredaran rokok ilegal). Uang hasil penjualan rokok ilegal dicuci oleh pasutri asal Klego itu dengan modus membeli tanah, rumah, dan sebagian disimpan di bank.
Pembelian tanah dan rumah diatasnamakan orang lain, begitu juga sebagian uang disimpan di bank menggunakan nama orang. Uang Rp4,49 miliar, rumah, dan tanah tersebut dikumpulkan dari hasil penjualan rokok ilegal pada 2017-2020.
“Pada intinya, dalam rokok ilegal ada dana gelap, ada bisnis ilegal, maka transaksi ekonomi yang dihasilkan, penjualan dan pendapatannya haram secara hukum. Karena itu penting tidak hanya menyelidiki dan menyasar produsen atau pengedar yang kecil-kecil, lihat juga berelasi tidak dengan produsen dan pemodal pengusaha besar,” pungkas Herry.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















