Jemaah Haji asal Indonesia di Muzdalifah. HO

Setiap rupiah yang disetorkan calon jemaah haji adalah amanah. Namun, amanah itu seolah menguap di tangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga yang seharusnya menjaga dan mengembangkan dana jemaah justru disorot karena minim transparansi. Dalam konteks kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024, kritik terhadap pengelolaan dana haji kembali mencuat.

Ketua Umum Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Ferry Irawan, menyebut sistem haji selama ini terlalu koruptif dan manipulatif.

“Kami berharap kasus korupsi kuota haji ini membuka mata semua pihak bahwa pengelolaan dan pelaksanaan haji selama ini sangat koruptif dan manipulatif,” ujar Ferry.

Ia menegaskan, korupsi tidak hanya terjadi dalam pembagian porsi keberangkatan, tetapi juga dalam pengelolaan dana umat.

Ferry mengungkapkan bahwa publik belum pernah mendapatkan penjelasan transparan dari BPKH terkait aliran uang jemaah.

“Kita belum mendapatkan laporan transparansi dari BPKH soal bagaimana setiap rupiah dari uang jemaah haji dikelola, dan hasil investasinya bisa diterima jemaah haji secara layak,” paparnya.

Menurut Ferry, setiap calon jemaah haji reguler wajib menyetorkan uang muka Rp30 juta untuk mendapatkan nomor porsi. Uang inilah yang dikelola BPKH untuk diinvestasikan dan hasilnya seharusnya dikembalikan bagi jemaah. Namun kenyataannya jauh berbeda.

“Ketika calon jemaah haji itu gagal berangkat karena uzur dan meninggal, serta tak bisa digantikan keluarganya, uang pengembalian yang diterima justru berkurang 75 persen dari dana yang sudah disetorkan. Ke mana uang hasil investasinya?” ucapnya.

Pernyataan itu menggambarkan ketidakberesan sistem keuangan haji yang seolah dibiarkan berjalan tanpa pengawasan publik. Ferry menilai potensi kerugian jemaah sangat besar.

“Semestinya, setiap rupiah uang calon jemaah haji yang diinvestasikan harus kembali ke jemaah haji. Normalnya, ketika calon jemaah haji ini gagal berangkat, maka uang yang dikembalikan melebihi setoran yang sudah disimpan,” katanya.

Ironinya, di tengah janji profesionalisme, audit BPKH oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun jarang diumumkan ke publik. Transparansi yang seharusnya menjadi roh lembaga itu justru hilang di balik tembok birokrasi.

Bagi Ferry, reformasi pengelolaan haji bukan sekadar mengganti kementerian dari Kemenag ke Kemenhaj, tetapi memastikan dana umat dikelola secara jujur.

“Masalah haji ini persoalan serius, menyangkut ibadah utama bagi umat muslim. Jangan main-main dengan penyelenggaraannya,” Ferry memungkasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto