Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (kiri), Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Galau D. Muhammad (tengah) dan Kepala Perencanaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Tubagus Soleh Ahmad (kanan) saat diskusi aktual forum bertajuk “Evaluasi Setahun Prabowo-Gibran: Menakar Kebijakan Ekonomi, Hukum, Politik, dan Lingkungan” yang diselenggarakan oleh aktual.com, di Café Hartaka, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10). Aktual/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menilai kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melibatkan aparat militer dalam urusan sipil berpotensi memperluas praktik militerisasi di ruang publik.

Langkah ini dianggap dapat melebur batas antara fungsi pertahanan dan sipil yang seharusnya dijalankan oleh lembaga non-militer.

“Fokuskan militer untuk mengurus pertahanan. Hentikan pelibatan aparat militer dalam proyek dan program yang menjadi prioritas pemerintah. Seperti proyek di pertanian, misalnya serap gabah dan buka lahan baru, serahkan saja kepada petani, bukan oleh aparat militer,” ujar Isnur di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).

Isnur menegaskan, pelibatan militer dalam urusan di luar pertahanan akan menurunkan efektivitas lembaga sipil dan membatasi ruang partisipasi publik. Menurutnya, prin0sip demokrasi menuntut kejelasan peran antara militer dan sipil agar pemerintahan berjalan rapi.

“Presiden harus mulai percaya kepada sipil. Jangan sepenuhnya menyerahkan kepada komando dan militer,” katanya.

isnur juga menyoroti potensi pelemahan institusi sipil akibat dominasi aparat bersenjata dalam proyek pembangunan. Ia menyinggung tujuan dari YLBHI adalah supaya pemerintah meninjau ulang setiap kebijakan lintas sektor yang melibatkan militer di luar fungsi pertahanan.

“Artinya, kita mencegah Prabowo untuk tidak tahu apa-apa. Prabowo harus mendapat masukan yang jelas dari masyarakat sipil,” tegas Isnur.

Laporan: Muhammad Hamidan

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi