Jakarta, Aktual.com – Tenor pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan diperpanjang dari 40 tahun menjadi 60 tahun. BPI Danantara, sebagai super holding BUMN, dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebagai pengelola proyek, segera bertolak ke China untuk merundingkan restrukturisasi utang dengan China Development Bank (CDB).
Rencana ini muncul usai PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) tidak mampu menanggung beban utang proyek Whoosh sekitar 3,249 miliar dolar AS. Atau setara Rp52,958 triliun dengan asumsi kurs Rp16.300.
Angka tersebut merupakan konversi dari kepemilikan saham 60 persen PT PSBI di PT KCIC. Di mana total biaya proyek itu sebesar 7,22 miliar dolar AS, atau sekitar Rp117,686 triliun. Selain utang pokok, PT PSBI juga tidak mampu membayar beban bunga utang yang mencapai 120,9 juta dolar AS, atau hampir Rp2 triliun per tahun. Dengan kewajiban mega utang tersebut, 4 perusahaan BUMN yang berada di PT PSBI, yakni PT KAI, PT WIKA, PT Jasa Marga, dan PT PTPN 8, mengalami kerugian finansial.
Baca juga:
Adu Cepat Menjinakan Utang Whoosh
Danantara berharap, adanya perpanjangan tenor pembayaran utang maka kewajiban tahunan akan menurun, dan beban keuangan proyek menjadi lebih ringan. Sehingga, PT PSBI mampu mencicil utang proyek tersebut tanpa mengganggu keuangan korporasi 4 BUMN.
Namun, sejumlah kalangan mendesak Pemerintah untuk melakukan audit terhadap proyek KCJB sebelum menegosiasikan restrukturisasi utang. Audit menjadi penting karena membengkaknya biaya proyek (cost overrun) membebani keuangan 4 BUMN di PT PSBI, ada indikasi fraud, dan mark up.
KPK dan Pansus DPR Upaya Bongkar Mark Up whoosh
Analis Ekonomi Politik dan Co-Founder FINE Institute Kusfiardi menyampaikan, membengkaknya biaya proyek mengindikasikan adanya fraud dan mark-up dalam pelaksanaannya. “Kalau langsung restrukturisasi tenor pembayaran utang, maka dugaan adanya fraud dan mark-up tidak terselidiki. Karena itu, harusnya audit dulu biar kredible,” paparnya.
Menurutnya, jika hasil audit benar menemukan adanya fraud dan mark-up, maka PT PSBI bisa meminta negosiasi ulang terhadap semua kesepakatan. Karena itulah, lebih urgen untuk melakukan audit terlebih dahulu terhadap KCJB, ketimbang langsung menegoisasikan restrukturisasi utang.
Baca juga:
Menunggu KPK di Jalur Kereta Cepat
Kusfiardi pun menduga, upaya perpanjangan tenor pembayaran utang hanya akal-akalan untuk menutupi dugaan fraud dan mark-up. “Artinya menutupi masalah biaya yang membengkak. Padahal, persoalan itu menimbulkan ‘risiko fiskal tersembunyi’ karena mengaburkan prinsip B2B,” ujarnya.
Karena itu, Kusfiardi meminta agar KPK turun tangan untuk menyelidiki dugaan fraud, dan mark-up proyek Whoosh. KPK juga bisa meminta audit kepada BPK dan BPKP dengan tujuan tertentu atau investigatif.
“DPR juga harus tegas menyuarakan persoalan ini. DPR bisa membentuk Pansus Whoosh. Sehingga, rekomendasi DPR bisa menjadi bahan untuk KPK menindaklanjutinya. Tapi, semuanya itu membutuhkan adanya audit dulu,” ucapnya.
Baca juga:
Menkeu Purbaya Tolak APBN Digunakan untuk Menanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh
Barang Busuk Wosh Kata Luhut
Dugaan ada fraud dan mark-up pada proyek Whoosh beralasan. KPPU membuktikan adanya persekongkolan dalam pengadaan Electric Multiple Unit (EMU) pada proyek tersebut. KPPU bahkan menjatuhkan sanksi administratif berupa denda Rp4 miliar kepada dua perusahaan, yakni PT CRRC Sifang Indonesia dan PT Anugerah Logistik Prestasindo.
Kedua perusahaan itu, terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan EMU dalam proyek KCJB. Pengadaan meliputi keseluruhan kegiatan jasa untuk EMU, suku cadang, aksesori EMU (barang).
KPPU juga menemukan kedua perusahaan melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Tindakan tersebut dilakukan secara terbuka maupun terselubung dan bertujuan untuk menciptakan persaingan semu dalam proses tender pengadaan barang dan jasa.
Baca juga:
Usai Disentil Mahfud, KPK Buka Pintu Kerja Sama dengan BPK dan PPATK Ungkap Dugaan Korupsi Whoosh
Luhut Binsar Pandjaitan bahkan menyampaikan adanya bau tak sedap di proyek Whoosh. Luhut ikut mengurusi KCJB di era Presiden Jokowi karena menjabat sebagai Kepala Staf Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Saat rezim Presiden Jokowi itu, ia mengaku ikut berunding dengan China terkait negosiasi proyek tersebut.
“Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya terima sudah busuk itu barang. Kemudian kita coba perbaikin, kita audit, BPKP, kemudian kita berunding dengan China,” beber Luhut dalam acara “1 Tahun Prabowo-Gibran” di Jakarta, dikutip pada Sabtu (18/10/2025).
Septian Hario Seto, anak buah Luhut saat di KSP menyebutkan kenapa proyek itu busuk sejak awal. Menurutnya, ada berbagai masalah dalam proyek tersebut, seperti pembebasan lahan yang tidak optimal sehingga konstruksi pun tidak berjalan maksimal.
Bahkan, soal konektivitas, proyek Whoosh mengorbankan pabrik yang akan dibangun di kawasan industri dilewati jalur kereta cepat.
“Contoh, pemilihan trase membelah kawasan industri. Ada satu perusahaan baru membeli tanah, dia siap bangun, tiba-tiba kena trase Whoosh. Akhirnya pabriknya tidak bisa dibangun,” kata Seto.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















