Jakarta, aktual.com – 10 Oktober 2025, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025. Tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Terbarukan (PSEL). Tubagus Soleh Ahmadi Kepala Divisi Perencanaan Walhi menilai ini adalah langkah yang keliru dan paradoks besar dari Presiden.
“Pertama: Perpres ini akan melanggengkan sampah untuk terus dihasilkan, alih-alih mengurangi sampah mulai dari hulu sesuai dengan amanah UU 18 tahun 2008 dengan Perpres ini justru akan terus dihasilkan,” kata Tubagus kepada aktual.com, Selasa (28/10).
Tubagus menjelaskan, Perpres ini juga membuat peraturan-peraturan yang telah ada dan cukup baik terutama dalam pembatasan sampah di level sumber justru mengalami kemunduran. PSEL akan “memaksa” kabupaten/kota untuk terus menghasilkan sampah.
Kedua, Perpres ini secara sadar ditujukan untuk mengatasi situasi kedaruratan sampah di Indonesia yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Namun pemerintah lupa problem lingkungan hidup dimulai ketika sampah itu sudah dihasilkan atau sumber sampah yang merupakan asal timbulan sampah.
“Sementara yang dimaksud teknologi ramah lingkungan dalam UU 18 tahun 2008 adalah merupakan teknologi yang dapat mengurangi timbulan sampah sejak awal proses produksi. Selanjutnya ini tidak bisa dipisahkan dengan pasal 15 UU tersebut yakni ‘Produsen wajib mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam’ yang artinya pemerintah melepas tanggang jawab produsen,” paparnya.
Ketiga, pelepasan tanggung jawab produsen berkonsekuensi pada pembebanan biaya pembangunan PSEL kepada anggaran pemerintah daerah. hal yang sama di dalam Perpres yang menyatakan kriteria PSEL berdasarkan ketersediaan APBD.
“APBD yang seharusnya bertanggang jawab pada pemenuhan hak dasar rakyat justru dibebankan untuk ‘mencuci dosa’ para produsen sampah.” tegasnya.
Tubagus menambahkan terdapat kekeliruan presiden dalam menurunkan perintah UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Perpres ini harus dicabut karena akan menjadi rujukan tidak tepat kepada pemerintah daerah dalam mengatasi kondisi darurat sampah, yang penyebab utamanya adalah pemerintah pusat yang tidak tegas kepada para produsen sampah,” tegasnya.
Ia juga mengkritik pernyataan Perpres ini yang mengatakan bahwa situasi kedaruratan sampah akibat timbunan sampah dalam jumlah besar disebabkan oleh mekanisme pengelolaan sampah yang tidak berjalan memadai tidak benar sepenuhnya, dan merupakan upaya pengaburan tanggung Jawab.
“Sebab problem utamanya adalah pemerintah tidak berani tegas menjalankan Undang-Undang Pengelolaan Sampah, terutama kepada para produsen. Sehingga Tubagus berharap pemerintah daerah tidak begitu saja mengikuti solusi pemerintah pusat,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















