Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan bahwa diplomasi Indonesia harus bertumpu pada kekuatan lembut (soft power) melalui budaya dan pendidikan. Hal itu disampaikan dalam acara International Relations Anniversary Festival (INTRAFEST) 2025, yang digelar untuk memperingati Dies Natalis ke-25 Program Studi Hubungan Internasional FISIP UPN “Veteran” Jakarta, Rabu (29/10).
Dalam paparannya yang bertajuk “Dari Budaya ke Dunia: Membangun Jembatan Persahabatan Antarbangsa”, Ibas menekankan bahwa budaya dan pendidikan merupakan kunci untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
“Sejarah diplomasi Indonesia lahir dari semangat kemandirian dan solidaritas dunia ketiga. Prinsip ‘Bebas dan Aktif’ bukan berarti netral, tetapi berani berpihak pada perdamaian,” ujar Ibas, mengutip semangat Bung Karno yang menjadi DNA politik luar negeri Indonesia hingga kini.
Pendidikan dan Budaya Jadi Pilar Diplomasi Indonesia
Lulusan Program Doktor IPB University itu juga menyinggung bahwa pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), diplomasi Indonesia dikenal lembut namun efektif dengan filosofi “A Million Friends and Zero Enemy.”
“Kita ingin punya sejuta sahabat, dan tidak satu pun musuh. Kekuatan sejati bangsa bukan pada konfrontasi, tapi pada kontribusi dan kepercayaan,” kata Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI itu.
Ibas menilai, memasuki era global yang sarat tantangan, pendidikan adalah fondasi utama diplomasi masa depan. Ia menyoroti pentingnya program pertukaran pelajar, beasiswa, dan riset lintas negara.
“Soft power melalui pendidikan adalah jembatan yang menghubungkan Indonesia dengan dunia. Investasi terbesar bangsa adalah pada otak dan karakter generasinya,” tuturnya.
Selain pendidikan, budaya juga disebut memiliki daya tarik yang luar biasa dalam diplomasi.
“Budaya adalah bahasa universal yang menghubungkan dunia ketika politik memisahkan,” tegasnya.
Melalui batik, kuliner, musik, dan film, Indonesia dapat menyampaikan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, toleransi, dan keberagaman kepada dunia.
Ibas yang juga lulusan Nanyang Technological University, Singapura, menambahkan bahwa di era digital, para kreator konten pun bisa menjadi diplomat bangsa.
“Setiap karya positif yang membawa nilai Indonesia ke dunia adalah bentuk diplomasi modern. Diplomasi hebat bukan soal siapa yang paling keras berbicara, tetapi siapa yang paling tulus mendengar,” pungkasnya.
Kegiatan tersebut berlangsung hangat dan inspiratif, dihadiri ratusan mahasiswa UPN “Veteran” Jakarta yang antusias mendengarkan paparan Ibas tentang pentingnya diplomasi kebangsaan berbasis budaya dan pendidikan.

















