Jakarta, aktual.com — Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menekankan pentingnya peningkatan profesionalisme dan ketulusan dalam tata kelola ibadah haji dan umrah di Indonesia. Ia menilai, hal itu dapat diwujudkan dengan tetap konsisten pada semangat pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, yang terpisah dari Kementerian Agama.
Menurut Hidayat, salah satu tujuan utama pembentukan kementerian khusus itu adalah peningkatan profesionalitas dan mutu pelayanan penyelenggaraan ibadah haji serta umrah, dengan tetap berpegang pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Undang-undang tentang Haji sudah kembali menetapkan asas syariah sebagai prinsip utama. Ini artinya negara turut memastikan pelaksanaan ibadah Haji yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip ini penting untuk menghadirkan profesionalisme penyelenggaraan haji, ditambah dengan asas baru yaitu perlindungan dan pelayanan,” kata Hidayat seusai menghadiri Rakernas II dan Mudzakaroh Nasional Perhajian II Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah PP Muhammadiyah, di Jakarta, Sabtu (8/11/2025).
Dalam forum bertema “Transformasi Ekosistem Pelayanan Ibadah Haji dan Umrah yang Berkualitas”, Hidayat memaparkan materi bertajuk “Kebijakan Tata Kelola Haji dan Umrah yang Profesional”. Ia menyoroti sejumlah hal teknis yang perlu diperbaiki pemerintah, di antaranya soal pemberian kartu Nusuk bagi jemaah.
“Tahun lalu, banyak jemaah yang sudah berada di Madinah atau Mekah namun belum menerima kartu Nusuk, yang menjadi syarat masuk ke Masjidil Haram. Alhamdulillah, kini telah disepakati dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Haji agar kartu Nusuk dibagikan sejak dari embarkasi di Indonesia,” ujarnya.
Hidayat juga mengingatkan persoalan teknis lain yang terjadi pada musim haji 2025, seperti pemisahan jemaah akibat pengaturan syarikah yang tidak terkoordinasi.
“Tahun lalu ada suami-istri, orang tua dan anak, bahkan pembimbing yang terpisah dari jemaahnya karena masalah syarikah. Sekarang sudah disepakati agar hal itu tidak terulang lagi, dengan Kementerian Haji memastikan pelayanan terbaik dari dua syarikah yang telah ditunjuk,” ujar politikus PKS itu.
Selain itu, Hidayat menilai UU Haji terbaru juga memperkuat profesionalitas dengan memberikan ruang bagi pengawasan publik terhadap penyelenggaraan haji. Menurutnya, keterlibatan masyarakat penting untuk memastikan tata kelola haji yang profesional, transparan, dan akuntabel.
“Pembentukan Kementerian Haji merupakan langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas penyelenggaraan haji. Kalau hanya berbentuk badan, kewenangan dan koordinasinya terbatas, juga tidak memiliki cabang kekuasaan hingga ke daerah. Dengan kementerian, koordinasi dengan pihak Saudi akan lebih kuat dan terhormat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hidayat menambahkan, Komisi VIII DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap kinerja Kementerian Haji agar tidak mengulangi kesalahan di tahun sebelumnya.
Ia berharap pemerintah dapat mewujudkan penyelenggaraan haji yang lebih berkualitas dengan biaya yang lebih terjangkau, sejalan dengan harapan Presiden Prabowo dan umat Islam.
“Penyelenggaraan haji yang baik bukan hanya soal teknis, tapi juga membawa berkah. Seperti KH Ahmad Dahlan yang dulu peduli terhadap urusan haji hingga membentuk Badan Penolong Haji tahun 1922, dan dari situ lahir keberkahan bagi Persyarikatan Muhammadiyah yang besar ini,” kata Hidayat.
Menanggapi pertanyaan peserta mengenai perbedaan pandangan dalam pelaksanaan ibadah haji, Hidayat mengimbau warga Muhammadiyah agar berpegang pada keputusan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
“Begitu berada di Tanah Suci, kita akan bertemu dengan berbagai madzhab dan pendapat. Tapi kalau di Muhammadiyah sudah punya rujukan yang disepakati, ikuti saja. Insya Allah itu yang maslahat,” pungkasnya.
















