Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 akan lebih baik meskipun ketidakpastian global tetap tinggi. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa ketidakpastian akibat kebijakan proteksionisme dan ketegangan geopolitik diperkirakan berlanjut hingga 2026 dan 2027.

Ia menyoroti lima karakteristik utama yang membentuk kondisi ekonomi global ke depan, salah satunya kebijakan tarif Amerika Serikat yang dapat menekan perdagangan dunia. “Kebijakan tarif AS yang berlanjut ini diperkirakan akan mendorong negara-negara kembali ke pola bilateral dan regionalisme,” ujar Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025 di Grha Bhasvara Icchana, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Selain itu, Perry mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat, terutama di Amerika Serikat dan Tiongkok, namun Indonesia diproyeksikan tetap tumbuh positif. “Meskipun negara besar mengalami pelambatan, Indonesia bersama India dan Uni Eropa diharapkan tetap mencatatkan pertumbuhan yang solid,” ucapnya.

Sebagai langkah mengantisipasi ketidakpastian global, Bank Indonesia akan menyesuaikan kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan. Perry menegaskan bahwa meskipun inflasi global masih menjadi tantangan, ruang penurunan suku bunga acuan tetap terbuka guna mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.

Ia juga menekankan pentingnya sinergi kebijakan antara Bank Indonesia, pemerintah, dan sektor terkait dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. “Sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan ketahanan pangan sangat penting untuk memastikan ekonomi Indonesia tetap tumbuh meski tantangan global tinggi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Perry menegaskan bahwa stabilitas ekonomi merupakan kunci pertumbuhan berkelanjutan. “Dengan stabilitas yang terjaga, kita bisa menghadapi tekanan global dan memastikan masyarakat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Untuk memperkuat perekonomian, Bank Indonesia akan fokus pada pengembangan sektor industri, pasar keuangan, dan ekonomi digital. Ia menambahkan bahwa kebijakan makroprudensial yang longgar akan mendorong pertumbuhan kredit, sedangkan digitalisasi sistem pembayaran akan diperkuat untuk meningkatkan efisiensi transaksi ekonomi.

Pada 2026, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada rentang 4,9–5,7 persen. Perry optimistis dengan kebijakan yang diterapkan, Indonesia mampu mengatasi tantangan global dan mencatatkan kinerja positif.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi