Jakarta, aktual.com – Alam adalah salah satu unsur dalam simfoni yang menyelaraskan nada kehidupan agar manusia maupun hewan bisa membentuk sebuah kesatuan yang harmonis.
Jika alam dirusak dengan membabi buta tanpa memperhatikan keseimbangan dan dampak yang terjadi, nada yang seharusnya saling berbunyi sehingga menghasilkan suara yang indah akan terdengar menusuk.
Manusia, sebagai ciptaan Allah Swt yang ditugaskan menjadi Khalifah memiliki tanggung jawab untuk menyelaraskan nada alam tersebut. Allah Swt berfirman,
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ…
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…” (Q.S Al-Baqarah: 30).
Dalam Islam, menjaga lingkungan adalah salah satu aspek terpenting yang harus dijaga selain aspek-aspek ritual keagamaan. Ayat tentang menjaga alam bahkan berada di awal-awal surat al-Baqarah,
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ ١١ اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكِنْ لَّا يَشْعُرُوْنَ ١٢
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi,” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.” (Q.S Al-Baqarah: 11-12).
Dua ayat ini sudah sangat jelas mengisyaratkan bahwa manusia sebagai Khalifah Allah Swt haruslah menjaga keseimbangan alam dan tidak membuat kerusakan di muka bumi.
Kejadian yang terjadi belakangan ini di pulau Sumatera mengingatkan kita bahwa alam yang seharusnya menjadi penyeimbang kehidupan dunia justru akan berbalik menyerang ketika tidak dilestarikan dan dijaga oleh Manusia.
Aktivitas seperti penambangan, pembalakan liar, dan penggundulan hutan yang digerakkan oleh keserakahan telah menimbulkan bencana yang menelan korban jiwa.
Banjir dan tanah longsor yang merenggut banyak korban di Sumatera tidak sekedar dipicu oleh intensitas curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena tidak adanya penopang untuk menyerap dan mengendalikan air dari hujan tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM Hatma Suryatmojo, bahwa Kerusakan ekosistem hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menghilangkan daya dukung dan daya tampung ekosistem hulu untuk meredam curah hujan tinggi.
Hilangnya tutupan hutan berarti hilang pula fungsi hutan sebagai pengendali daur air kawasan melalui proses hidrologis intersepsi, infiltrasi, evapotranspirasi, hingga mengendalikan erosi dan limpasan permukaan yang akhirnya memicu erosi masif dan longsor yang menjadi cikal bakal munculnya banjir bandang.
Ekoteologi dalam Islam mengajarkan kita bahwa Manusia mestilah menjadi penyeimbang dalam merawat, menjaga dan melestarikan alam yang telah Allah Swt ciptakan.
Sebagai Khalifah di muka bumi, Manusia bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya secara bijaksana dan bertanggung jawab, sesuai dengan prinsip keseimbangan. Eksploitasi berlebihan menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan dalam bingkai simfoni kehidupan sehingga merusak nada alam.
Etika lingkungan dalam Islam menekankan bahwa menjaga kelestarian alam adalah manifestasi syukur kepada Allah Swt dan bagian dari Ihsan, sebagai Khalifah Allah Swt yang memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggung jawaban tersebut nanti di akhirat.
Menjaga lingkungan adalah bentuk ketaatan kepada Allah Swt.
Waallahu a’lam
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















