Wali Kota Medan, Rico Bayu Tri Putra Waas bersama perwakilan Uni Emirat Arab (UEA) saat menyerahkan bantuan beras di Posko Bantuan Bencana Kota Medan, Gedung PKK, Medan Petisah, Sabtu (13/12/2025)(Dokumentasi Pemko Medan)
Wali Kota Medan, Rico Bayu Tri Putra Waas bersama perwakilan Uni Emirat Arab (UEA) saat menyerahkan bantuan beras di Posko Bantuan Bencana Kota Medan, Gedung PKK, Medan Petisah, Sabtu (13/12/2025)(Dokumentasi Pemko Medan)

Jakarta, aktual.com – Bencana banjir dan longsor berskala besar melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera pada akhir November hingga awal Desember, setelah hujan lebat turun tanpa henti selama berhari-hari. Dampaknya sangat luas, dengan lebih dari 950 orang dilaporkan meninggal dunia, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, serta lebih dari 770 ribu warga terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka.

Kerusakan akibat bencana ini ditaksir mencapai lebih dari 3,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp51 triliun. Infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, sekolah, permukiman warga, hingga jaringan listrik dan komunikasi mengalami kerusakan parah. Kondisi tersebut membuat sebagian wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terisolasi selama beberapa hari.

Skala bencana yang masif ini memicu gelombang solidaritas internasional, khususnya dari negara-negara Timur Tengah. Pada 1 Desember, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengirimkan telegram pribadi kepada Presiden Prabowo Subianto yang menyampaikan “duka mendalam”, disusul pesan serupa dari Raja Salman. Uni Emirat Arab (UEA) juga menyatakan kesiapan memberikan bantuan kemanusiaan. Duta Besar UEA untuk Indonesia, Abdulla Salem Al Dhaheri, menegaskan negaranya siap mengirim tim dan logistik “segera setelah Indonesia menyatakan keterbukaannya”.

Ucapan belasungkawa dan tawaran bantuan turut datang dari Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Sultan Oman Haitham bin Tariq, hingga Presiden Iran Masoud Pezeshkian yang bahkan menawarkan pengiriman tim darurat. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang menaungi 57 negara mayoritas Muslim juga menyerukan dukungan cepat bagi Indonesia. Middle East Monitor mencatat, tawaran bantuan tersebut mencerminkan eratnya hubungan Indonesia dengan kawasan Timur Tengah, baik melalui ikatan keagamaan, migrasi tenaga kerja, investasi, maupun kemitraan strategis.

Namun, respons Pemerintah Indonesia justru berbeda. Pada 5 Desember, Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan bahwa “bantuan internasional belum diperlukan” karena kemampuan dalam negeri dinilai masih mencukupi. Sehari kemudian, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan pernyataan senada dengan menegaskan pemerintah memiliki “pertimbangan sendiri”. Sikap ini menimbulkan tanda tanya di kalangan negara-negara sahabat, mengingat kebutuhan kemanusiaan di lapangan dinilai sangat besar dan bantuan ditawarkan tanpa syarat politik.

Di sisi lain, isu tata kelola lingkungan turut menjadi sorotan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menilai wilayah terdampak banjir banyak tumpang tindih dengan konsesi pertambangan, perkebunan, dan kehutanan industri di daerah hulu. Menurut mereka, aktivitas tersebut berkontribusi terhadap deforestasi, erosi lereng, dan degradasi sungai yang memperparah intensitas banjir. Isu ini dinilai sensitif karena sebagian konsesi disebut memiliki kedekatan historis atau tidak langsung dengan elite politik, meski klaim tersebut masih diperdebatkan.

Sikap pemerintah pusat tersebut berdampak hingga ke daerah. Bantuan beras sebanyak 30 ton dari Uni Emirat Arab untuk korban banjir di Kota Medan akhirnya diputuskan untuk dikembalikan. “Kami kembalikan kepada Uni Emirat Arab,” kata Wali Kota Medan Rico Waas saat ditanya wartawan, Kamis (18/12/2025). Ia menjelaskan keputusan itu diambil karena pemerintah pusat belum menetapkan kebijakan untuk menerima bantuan dari pihak asing. “Jadi, kami kembalikan, kami Kota Medan tidak menerima,” ujarnya.

Rico menambahkan, pengembalian bantuan juga berkaitan dengan adanya teguran dari pemerintah pusat dan Gubernur Sumatera Utara. “Intinya adalah memang kami sudah cek tentang regulasi dan penyampaian, kami ke BNPB, Kementerian Pertahanan, memang melalui koordinasi kami semua, ini tidak diterima,” ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengakui banyak pemimpin negara menghubunginya untuk menawarkan bantuan bagi korban bencana di Sumatera. Namun, pemerintah memilih untuk menangani sendiri. “Saya ditelepon banyak pimpinan, kepala negara yang ingin kirim bantuan. Saya bilang ‘Terima kasih concern Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,” ujar Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain