Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – BPI Danantara berencana ke China untuk menegosiasikan restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh yang dibangun di era Presiden Jokowi. Negosiasi tersebut meliputi tenor pembayaran, suku bunga, penggunaan mata uang, hingga kemungkinan pengalihan sebagian investasi.

Danantara melakukan hal itu karena PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tak mampu membayar beban bunga tahunan proyek Whoosh yang hampir sebesar Rp2 triliun. PT KCIC merupakan perusahaan konsorsium Indonesia-China yang mengelola proyek ini. Di mana PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memiliki 60 persen saham, dan China Railway International (CRI) Co. Ltd sebesar 40 persen.

Sebagai super holding BUMN, Danantara bertanggung jawab mengatasi persoalan tersebut. Mengingat, ada 4 perusahaan BUMN di PT PSBI, yaitu, PT Kereta Api Indonesia dengan 58,53 persen saham, PT Wijaya Karya 33,36 persen, PT Jasa Marga 7,08 persen, dan PT Perkebunan Nusantara VIII 1,03 persen.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, menyebutkan biaya investasi proyek kereta cepat awalnya disepakati 6,02 miliar dolar AS. Dengan asumsi nilai tukar Rp16.300 per dolar AS (seterusnya menggunakan kurs yang sama) jumlahnya sekitar Rp98,126 triliun.

Namun, biaya proyek sepanjang 142,3 kilometer (km) ini dalam prosesnya membengkak (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS, atau sekitar Rp19,560 triliun.

“Total biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung mencapai 7,22 miliar dolar AS, atau sekitar Rp117,686 triliun. Sehingga biaya proyek ini sekitar 50,5 juta dolar AS, atau sekira Rp823,15 miliar per km,” ujar Anthony.

Baca juga:

Negosiasi Utang Proyek Whoosh Masih Berlangsung, Pemerintah Pertimbangkan Opsi Pengalihan Investasi

Sebesar 75 persen dari biaya investasi tersebut merupakan utang dari China Development Bank (CDB). Sehingga dari proyek ini utang PT KCIC kepada CDB kira-kira mencapai 5,415 miliar dolar AS, atau sebanyak Rp88,264 triliun.

Dari jumlah itu, PT PSBI yang memiliki 60 persen saham menanggung utang kira-kira sebesar 3,249 miliar dolar AS, atau setara Rp52,958 triliun. Jumlah utang itu pun belum termasuk biaya untuk bunga utangnya.

Menurut Anthony, beban bunga utang untuk investasi awal sebesar 6,02 miliar dolar AS sebanyak 2 persen per tahun. Sedangkan utang terkait cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS sebanyak 3,4 persen per tahun.

“Sehingga total biaya bunga mencapai 120,9 juta dolar AS, atau hampir Rp2 triliun per tahun,” ucap Anthony.

Baca juga:

Usai Disentil Mahfud, KPK Buka Pintu Kerja Sama dengan BPK dan PPATK Ungkap Dugaan Korupsi Whoosh

Bila menghitung berapa utang 4 BUMN dengan mengkonversikan dari kepemilikan saham di PT PSBI, maka estimasinya sebagai berikut.

PT KAI dengan 58,53 persen saham memiliki utang sekitar 1,902 miliar dolar AS, atau Rp31,002 triliun. PT WIKA dengan 33,36 persen saham mempunyai utang sekira 1,08 miliar dolar AS, atau Rp17,604 triliun. PT Jasa Marga dengan 7,08 persen saham mempunyai utang sebesar 230 juta dolar AS, atau Rp3,79 triliun. Dan, PT PTPN dengan 1,03 persen saham memiliki utang sebanyak 34 juta dolar AS, atau Rp554,2 miliar.

Whoosh Cepat, Tapi Jadi Beban

Pembangunan proyek Kereta Cepat Whoosh dimulai dengan peletakan batu pertama pada 21 Januari 2016 oleh Presiden Joko Widodo. Penyelesaian proyek ini molor beberapa kali dari target awal selesai pada 2019.

Pun demikian dengan target operasi komersialnya. Punya target beroperasi pada Juni 2023, Whoosh baru bisa meluncur resmi pada 2 Oktober 2023, setelah uji coba 15 hari sebelumnya. Kereta api dengan kecepatan 350 km/jam ini akhirnya beroperasi secara komersil pada 17 Oktober 2023.

Baca juga:

Whoosh: Cepat, Tapi Belum Dekat

Dihimpun dari berbagai media, jumlah penumpang Whoosh sejak pertama meluncur hingga Oktober 2025 hanya sekitar 10,7–12 juta orang. Dengan harga tiket yang dinamis, yakni tarif promo Rp75.000, dan kelas reguler antara Rp150.000–Rp250.000, maka estimasi pendapatan Whoosh hanya sekitar Rp1,8 triliun-Rp2,7 triliun.

Hal ini tak jauh berbeda dari perhitungan Anthony. Ia mengungkapkan, pada 2024 Whoosh berhasil menjual 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga tiket rata-rata sebesar Rp250.000, katanya, maka total pendapatan kotor kereta Whoosh pada 2024 hanya Rp1,5 triliun.

“Itu belum dipotong listrik, perawatan, operasional, perawatan dan lain-lainnya,” kata Anthony.

Menurutnya, pendapatan Whoosh tersebut lebih rendah dari biaya bunga yang harus ditanggung PT KCIC yang nyaris Rp2 triliun itu. Hal ini tentu akan menganggu keuangan 4 BUMN yang ada di dalamnya.

“Kondisi ini tentu saja sangat bahaya. Tidak sustained. Bak skema ponzi saja. Sampai kapan BUMN konsorsium pihak Indonesia bisa bertahan dari ‘pendarahan’ ini,” tutupnya.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dirilis di situs resmi PT KAI, PT PSBI mencatat kerugian hingga Rp4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Dan, paruh pertama 2025, PSBI kembali menanggung rugi sebesar Rp1,625 triliun.

Baca juga:

Kereta Cepat Whoosh Layani 4,2 Juta Penumpang

Sebagai pemegang saham terbesar di PT PSBI, KAI otomatis menanggung kerugian paling besar. Pada semester I-2025, KAI harus menanggung rugi sekitar Rp951,48 miliar. Sementara pada setahun penuh sepanjang 2024, KAI ikut menanggung beban hingga Rp2,24 triliun.

Pun sama terjadi di PT WIKA. Mengutip laporan keuangan semester I-2025, WIKA mencatatkan kontribusi kerugian sebesar Rp542,31 miliar di PT PSBI. Sementara itu, pada tahun 2024, kerugian yang harus WIKA tanggung mencapai Rp1,57 triliun.

Harapan untuk lepas dari jeratan kerugian dan beban utang yang menggunung ini tidaklah mudah. Dengan target 31 juta orang per tahun, Whoosh hanya baru di angka 10-12 juta selama hampir 2 tahun beroperasi. Pemerintah China sendiri mengklaim melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Whoosh telah melayani sebanyak 11,71 juta penumpang.

Padahal, agar biaya operasi bisa impas saja, Whoosh harus terisi minimal oleh 38 ribu orang per hari. Itu pun dengan asumsi harga tiket Rp250 ribu hingga Rp650 ribu. Pada kenyataannya, jangankan 30 ribu penumpang sehari. Rekor yang pernah dicapai Whoosh hanya 25-26 ribu penumpang pada momen liburan tertentu. Pada hari biasa, tingkat keterisian kereta hanya mencapai 70 persen.

Maka wajar saja, Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin mengakui proyek itu menjadi bom waktu bagi perseroannya, saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI Agustus 2025 lalu.

Baca juga:

Menkeu Purbaya Tolak APBN Digunakan untuk Menanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh

Whoosh dan Bom Waku APBN

Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini mengatakan, seiring berjalannya waktu, beban finansial Whoosh semakin berat sehingga berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kondisi keuangan BUMN yang terlibat.

“Kondisinya memang sangat berat bagi BUMN dan korporasi. Dari awal pembentukannya saja sudah tidak di-handle langsung oleh negara, dan sekarang utangnya sudah besar sekali. Kita belum tahu sampai kapan bisa terbayarkan,” ujar Anggia dikutip laman DPR, Rabu (15/10/2025).

Menurutnya, jika tidak ditangani dengan baik, beban utang dapat menghambat kinerja BUMN dan berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang bagi negara, hingga menggangu pertumbuhan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Baca juga:

Momen Prabowo ke Bandung Naik Kereta Cepat Whoosh

Anggota DPR Komisi VI Firnando Hadityo Ganinduto bahkan menegaskan risiko kebangkrutan bisa membayangi KAI jika pemerintah tak segera turun tangan dengan solusi konkrit. Adapun Anggota Komisi XI DPR RI Harris Turino menyebut, proyek KCJB ini adalah pelajaran yang sangat mahal, yang sekarang menjadi beban serius pemerintahan Prabowo.

Dengan kinerja yang masih merugi, dan beban utang besar yang melilit inilah yang memantik Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menanggungnya menggunakan APBN. Purbaya menegaskan agar Danantara beserta BUMN terkait memikirkan solusinya tanpa bergantung pada APBN.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi