Surabaya, Aktual.com — Pakar dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS, menilai virus Zika mungkin saja merupakan ancaman bioterorisme, karena tanda-tanda ancamannya mendekati bioterorisme.

“Saya sebagai peneliti curiga bahwa virus Zika bisa dikatakan mendekati ancaman bioterorisme yaitu teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit,” kata Guru Besar Unair tersebut, kepada pewarta berita di Surabaya, Jumat (12/02).

Ia mengatakan, bioterorisme bisa berdampak langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, bioterorisme bisa menyebabkan kematian dan kesakitan dalam jangka panjang.

“Dampak langsung lainnya itu seperti informasi yang berkembang mengenai dampak dari virus Zika, yaitu microchepaly, sebuah kondisi buruk ketika bayi dilahirkan dengan otak dan kepala kecil, sehingga masyarakat langsung cemas,” kata ia menambahkan.

Menurut dia, informasi ini seharusnya dilandasi dengan kajian ilmiah.

“WHO (World Health Organization) yang menyatakan darurat kesehatan akibat persoalan virus Zika, sebaiknya melakukan riset terlebih dahulu agar tidak membuat cemas,” tutur ia menambahkan.

Peneliti virus Flu Burung itu menyatakan, bahwa bioterorisme itu menggunakan bakteri, virus, dan kuman penyakit lain yang dampaknya tidak langsung namun berjangka waktu lama, yaitu perekonomian jatuh, sedangkan untuk permasalahan viru Zika ini masih perlu diteliti terkait faktor, motif dan dampaknya.

“Bioterorisme perlu diantisipasi, sebab Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi. Seseorang yang panik, ketika ditawarkan apa saja, maka ia langsung menerimanya tanpa memikirkan terlebih dahulu dan ini terjadi secara global,” ujarnya.

Ia mengungkapkan masyarakat global seakan dibangun konstruksi bahwa virus Zika adalah virus yang berbahaya akibat pemberitaan di media massa secara global, padahal di Indonesia seharusnya yang dikhawatirkan adalah virus influenza, seperti flu burung serta virus dengue atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

“Secara tiba-tiba pemerintah Brazil mengambil keputusan bahwa perempuan disana tidak diperbolehkan hamil karena dikhawatirkan terinfeksi virus Zika, karena akan menyebabkan microchepaly. Hal inilah yang harus dicari motifnya, padahal virus Zika ditemukan sekitar 69 tahun lalu, tepatnya 1947,” jelasnya.

Hal tersebut, lanjutnya, akan menyebabkan gangguan psikologis bagi calon ibu maupun wanita yang ingin memiliki keturunan, namun tidak ada landasan ilmiah yang meyakinkan dampak buruk virus Zika. Selan itu, virus Zika juga bisa ditularkan melalui hubungan seks.

“Ada informasi bahwa virus Zika bisa ditularkan melalui hubungan seks, kemudian ada kebijakan pemerintah di luar negeri yang menyarankan ketika berhubungan seks harus menggunakan pengaman atau kondom. Jika begitu, maka virus Zika ini berarti sama halnya dengan HIV/AIDS,” paparnya.

Kendati demikian, ia menambahkan harus ada pendekatan terhadap virus Zika, DBD, chikungunya yaitu virusnya, pembawanya yaitu nyamuk, serta individu yang digigit nyamuk, sedangkan virus Zika dibawa Aegepty Albolopyctus.

“Saya menyarankan kepada masyarakat jangan cemas, karena virus Zika ini kemungkinan ada beberapa pihak yang akan memanfaatkannya, untuk menjadi isu internasional dan bisa mematahkan perekonomian atau kestabilan suatu negara tertentu, karena hal ini mendekati tanda ancaman bioterorisme,” kata ia menutup pembicaraan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara