Jakarta, Aktual.com – Terkait Keterbukaan Informasi Publik sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008, Tim Advokasi untuk Demokrasi dan Transparansi melayangkan surat permohonan data dan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Permohonan tersebut terkait transparansi pengelolaan dana-dana pemerintahan yang dikelola Pemprov DKI Jakarta.
Ketua tim, Mustolih Siradj mengatakan pemprov DKI harus lebih transparan dalam melaporkan penggunaan tata kelola pemerintahan yang meliputi dana-dana operasional, corporate social responsibility (CSR) perusahaan yang diterima pemprov, dana insentif pajak dan retribusi, anggaran rumah dinas gubernur dan wakil gubernur, pengelolaan APBD, kebijakan reklamasi, baiaya kegiatan penggsusuran, SK mutasi dan promosi pejabat dan sebagainya.
“Tujuan permohonan ini untuk meminta transparansi terkait good governance pemerintah DKI Jakarta. Selama ini hanya versi sepihak gubernur saja. Kami lakukan ini sebagai Control public,” jelas Mustolih di Jakarta, Rabu (30/11).
Pihaknya tidak hanya meminta transparansi soal anggaran ini. Tapi akan meminta transparansi soal dana kampanye dari semua calon.
“Kami juga akan meminta transparansi penyelenggaraan pilkada kepada semua pasangan calon, KPU dan Panwaslu. Demokrasi akan benar-benar terwujud bila semua stakeholder mau transparan,” tukasnya.
Menurut dosen Universitas Islam Negeri Jakarta ini, Permohonan transparansi kepada lembaga pemerintah dan non pemerintah sering dilakukan. Misalnya kepada BAZNAS Pusat, Kementerial Sosial, Mahkamah Agung dan sebagainya. Tak jarang ada yang sampai ke meja sengketa di Komisi Informasi. Sebagai contoh dia menyebut saat ini sedang menggugat pengumpulan sumbangan uang kembalian yang dilakukan oleh Alfamart.
“Saat ini kami sedang tunggu putusan Komisi Informasi Pusat,” jelasnya.
Dirinya berharap PPID menjawab surat permohonan dan memebrikan data yang diminta. Apabila selama 30 hari kerja sejak surat permohonan diajukan pada Senin 28 November 2016. Seandainya itu ditolak atau tidak direspons, tim akan langsung melaporkan ke Komisi Informasi Publik (KIP).
Pihaknya menilai, selama ini Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sebagai petahana tidak terbuka dalam mengelola anggaran. Mustolih mencontohkan, publik tidak pernah tahu mengenai siapa saja penyumbang dana corporate social responsibility(CSR) untuk masyarakat Jakarta, digunakan sebagai apa saja dana CSR tersebut, dasar hukum pemberian dan penggunaan CSR seperti apa, dan kompensasi yang diterima perusahaan pemberi CSR.
“Ini semua tidak jelas. Dasar hukumnya apa, peruntukannya untuk apa saja, dan kompensasi apa yang diterima. Seharusnya PPID merespons permintaan tersebut karena itu sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2008. Kami mau semua terbuka agar masyarakat Jakarta tahu,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka