Lalu soal isu dalam aksi, bila hanya seputar meminta keadilan vonis menurutnya wajar saja. Namun, kalau membentuk opini ancaman terhadap NKRI dan kebhinekaan, maka arahnya sudah kapitalisasi politik identitas, tidak proporsional bahkan berbahaya.

Kasus Ahok hanyalah masalah hukum, semestinya yang diprotes sebatas urusan adil tidaknya vonis Hakim. Kalau dikaitkan dengan ancaman terhadap NKRI dan kebhinekaan tentu bagi Nazaruddin tak ada relevansi sama sekali.

“Ahok dihukum maka mengancam NKRI, bertentangan dengan kebhinekaan. Menurut saya ngawur. Ada yang melihatnya seperti itu karena diframe, frame ini bahaya,” kata dia.

Faktanya, ada anomali antara track record perilaku sosial para pendukung Ahok yang melakukan aksi dengan slogan ‘NKRI Harga Mati’. Reaksi-reaksi sinis terhadap mereka di media sosial akan berbahaya bila terus terjadi secara masif.

Nazaruddin mengaku termasuk orang yang melihat Ahok ‘terlalu kuat’, seolah-olah kalau mau apa saja bisa dan kebal. Punya rencana tata ruang saat menjabat tinggal gusur, padahal Gubernur sebelumnya berpikir seribu kali, Ahok enteng saja.

“Mengerahkan ribuan polisi dan TNI. Tersandung kasus korupsi berkali-kali, lolos. Bahkan, KPK bilang belum menemukan niat jahat. Luar biasa. Inilah yang membuat banyak orang yakin di belakang Ahok ada kekuatan sangat besar, yang belum terlihat tapi dapat dirasakan,” ungkap Nazaruddin.

Jadi, kalau kritik ataupun perlawanan terhadap Ahok dilakukan lewat jalur teknis seperti menolak penggusuran atau membongkar dugaan korupsi, sejauh ini kandas. Tapi, ketika Ahok tersandung kasus Al-Maidah, momen itu seperti datang.

“Kata orang campur tangan Tuhan. Harus diakui, ada kapitalisasi isu agama dalam membidik Ahok karena sulit kalau pakai isu lain,” katanya.

Bilamana putusan terhadap Ahok sudah inkrah dan tetap dipidana, maka satu persatu kasus hukum yang diduga melibatkan politisi ‘kutu loncat’ ini bakal terangkat.

“Sementara pendukung Ahok sejak semula tidak konsisten. Misal yang gusur itu bukan Ahok, atau yang diduga korupsi bukan Ahok, pasti habis sudah. Yang paling spektakuler itu ICW, kehilangan kepekaannya soal korupsi kalau objeknya Ahok,” demikian Nazaruddin.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Eka