Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kiri) bersiap memberikan keterangan usai diperiksa Bareskim Polri di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/11). Ahok diperiksa sembilan jam oleh penyelidik Bareskrim Polri sebagai terlapor pada kasus dugaan penistaan agama. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./ama/16

Jakarta, Aktual.com – Jajaran kepolisian memunculkan kegaduhan baru dengan menangkapi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pasca Aksi Bela Islam II. Apalagi cara-cara penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian dilakukan dengan mengedepankan arogansi kekuasaan. Demikian disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/11).

IPW mengingatkan, aktivis HMI bersama para ustad, habib, ulama, dan ratusan ribu umat Islam lainnya melakukan Aksi Bela Islam II karena Polri dinilai lamban dalam memproses kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

“Kenapa mereka yang cenderung dikriminalisasi dan langsung ditangkap. Sementara sumber masalahnya, Ahok yang dituduh menistakan agama cenderung dipolemikkan Polri dan kepolisian tidak main tangkap dalam kasus Ahok,” tegas Neta.

Disampaikan, dalam menangani Aksi Bela Islam II sebenarnya Polri sudah bekerja profesional, proporsional, dan elegan. Akan tetapi pasca Aksi Bela Islam II aparat kepolisian justru mempertontonkan arogansi, main tangkap, dan jemput paksa.

“Kenapa Polri cenderung menggunakan cara-cara Orde Baru dalam menghadapi aktivis mahasiswa. Polri harusnya menyadari bahwa peran mahasiswa dan aktivis sangat besar dalam menumbangkan kekuasaan Orde Baru hingga nasib Polri bisa seperti sekarang ini,” jelasnya.

Dalam penilaian IPW, jika Polri benar-benar bekerja profesional tentu tidak ada diskriminasi. Dalam menangani kasus Ahok misalnya, Polri juga harus bekerja secepat menangkapi aktivis HMI.

Selain itu Polri juga harus mengusut rekaman video yang beredar di masyarakat dimana ada pejabat Polri yang memprovokasi massa ormas keagamaan untuk menyerang aktivis HMI.

“Kenapa video ini tidak diusut dan malah aktivis HMI yang dikriminalisasi,” kata Neta.

IPW berharap jajaran Polri bekerja profesional dan proporsional serta tidak mengedepankan arogansi, sehingga tidak akan menimbulkan kegaduhan baru. Jika mengedepankan arogansi, dengan cara menangkapi aktivis HMI, Polri bisa dituding tidak independen dan cenderung mengalihkan perhatian publik dari kasus Ahok.

Dampaknya, bukan mustahil akan muncul masalah baru, yakni mahasiswa dan aktivis akan melakukan aksi demo untuk mengecam Polri, yang ujung ujungnya bisa membenturkan polisi dengan mahasiswa, yang merusak citra Polri.

(Laporan: Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka