Kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Kemayoran Jakarta Pusat.

Jakarta, Aktual.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengalami dampak dari efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Akibatnya, kualitas akurasi informasi cuaca dan gempa bumi dilaporkan menurun.

“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih, sementara jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” ujar Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, yang dilansir Antara, pada Sabtu (8/2).

BMKG mendukung prinsip efisiensi anggaran, namun saat ini mereka mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto demi menjaga ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana. Hal ini disebabkan oleh surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, yang berisi target pemotongan anggaran BMKG sebesar Rp 1,423 triliun, atau 50,35 persen dari anggaran semula yang berjumlah Rp 2,826 triliun.

Muslihhuddin mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran ini berdampak besar pada belanja modal dan barang, termasuk pemeliharaan yang tidak dapat dilakukan pada tahun 2025.

Menurutnya, ada batas minimum anggaran yang harus dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang dapat diandalkan oleh masyarakat dan mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.

BMKG menilai bahwa efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama), yang terancam tidak dapat beroperasi karena kemampuan pemeliharaan yang berkurang hingga 71 persen. Hal ini berisiko mengganggu observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami.

Diketahui hampir 600 alat sensor pemantauan gempa bumi dan tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia adalah bagian dari Aloptama BMKG, dan mayoritas alat tersebut sudah melampaui usia kelayakannya.

Muslihhuddin juga menambahkan bahwa kajian terkait dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia kini sulit dilaksanakan. Modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG terhenti, termasuk juga keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen, yang kini terhambat, serta keselamatan transportasi laut yang terganggu.

Lebih lanjut, dampak lainnya adalah terganggunya layanan untuk ketahanan pangan, energi, air, serta untuk pembangunan yang berketahanan iklim dan bencana. Peran BMKG sebagai penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN juga terganggu.

Menurut Muslihhuddin, mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi di Indonesia sangat penting dan tidak boleh diabaikan, karena berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, BMKG mengajukan permohonan dispensasi anggaran ini.

“Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” katanya.

Secara terpisah, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, tidak menjawab secara gamblang terkait pemotongan anggaran berdampak pada akurasi informasi.

“Meskipun dilakukan efisiensi 50 persen anggaran kami, BMKG menjamin terlaksananya operasional layanan informasi 24 jam terus menerus setiap hari,” ucap Dwikorita.

Ia kemudian menjelaskan beberapa langkah yang akan diambil terkait efisiensi anggaran, dengan fokus pada lima hal utama.

“Efisiensi anggaran akan kami fokuskan pada belanja modal pembelian peralatan baru untuk operasional monitoring dan deteksi; perjalanan dinas dan paket pertemuan; operasional perkantoran, listrik dan AC; jaringan komunikasi, suku cadang peralatan dan mesin; serta mengatur ritme kerja dengan menerapkan Work From Office dan Work From Anywhere secara berimbang,” kata Dwikorita.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan