Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin membagi hati kepada dua pengertian: “Pertama, adalah daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri dan di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam.
Kedua, merupakan bisikan halus ketuhanan (rabbaniyah) yang berhubungan langsung dengan hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang dapat memahami dan mengenal Allah SWT serta segala hal yang tidak dapat dijangkau oleh angan-angan.”
Hati merupakan tempat berkumpulnya segala titik fokus manusia. Jika hati kita keruh, dengan berbagai urusan duniawi/ material, hal tersebut akan membuat fokus perhatian kita tercerai-berai, yang akan menjadikan hati kita sulit untuk bersinar, jernih, layaknya sebuah cermin yang berdebu dan tak terurus.
Dalam proses pengembaraan menuju Tuhan (al-Haq), seorang salik hendaklah memperhatikan kondisi hatinya, sebab hati yang sakit atau berkarat akan sulit untuk menerima ilham dari Tuhan.
Hati yang sakit akan terhijab untuk dapat menyaksikan Tuhan (Syuhud). Penyakit hati yang dimaksud oleh para sufi adalah hati yang terhalang oleh ‘akwan’, yaitu segala hal selain Allah SWT.
Ibnu Ajibah mengatakan: “Jika Tuhan ingin menunjukkan kepedulian-Nya kepada seorang hamba, maka Dia akan Menyibukkan hati dan pikirannya dengan rahasia-rahasia ketuhanan, dan melepaskan dia dari ikatan-ikatan obyek material yang gelap. Sebaliknya, jika Tuhan ingin Merendahkan derajat seorang hamba, maka Dia akan Menyibukkan hati dan pikirannya dengan obyek-obyek material yang gelap itu hingga akhirnya hati dan pikirannya gelap.”
Laporan: Mabda Dzikara
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid