nainaK-i

Jakarta, Aktual.com – Kondisi manusia memang selalu sibuk dengan urusan dunianya. Padahal, kesibukan dunia tak akan pernah habis. Manusia tidak akan pernah kenyang dengan dunia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

لو كان لابن آدم و اديان من ذهب لاحب ان يكون له ثالث و لا يملا فاه الا التراب ويتوب الله على من تاب

“Andai anak Adam memiliki dua lembah emas, niscaya ia menginginkan lembah lagi dan tidak ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah dan Allah menerima taubat orang yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi).

Kemudian, terdapat sebuah kata-kata hikmah yang disampaikan seorang pujangga:
Tiap pagi kita pergi demi berbagai kebutuhan padahal kebutuhan orang hidup tak akan pernah usai.

Disisi lain, Syekh Ibnu Athaillah as-sakandari berkata dalam kitab Hikam sebagai berikut:

احالتك الاعمال على وجود الفراغ من رعونات النفس

“Menunda amal karena menunggu datangnya kesempatan yang lebih luas adalah salah satu tanda kebodohan diri.”

Hikmah di atas mengingatkan setiap manusia agar tidak menunda amal-amal baik yang dituntut Allah demi meraih kebahagiaan akhirat ketimbang menghabiskan waktunya untuk kesibukan-kesibukan dunia. Sebab, menghabiskan waktu untuk kesibukan dunia merupakan salah saatu tanda sikap keras dan kebodohan diri.

Nafsu senantiasa memerintah kepada keburukan. Ia tidak akan pernah kenyang dari syahwat dan keinginan dunia.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang berakal yang penuh kehati-hatian senantiasa merendahkan dirinya menjalankan perintah Allah dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.

Sebaliknya, orang yang lemah adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsu dan keinginannya, namun mengharap keselamatan dari Allah SWT.”

Dalam kitab Lathaif al-Ma’arif syekh Ibn Rajab al-Hanbali berkata bahwa tak ada satu pun hari yang Allah keluarkan kepada ahli dunia, kecuali hari itu Allah SWT menyeru, “Wahai Ibn Adam, manfaatkanlah aku, sebab boleh jadi tidak ada lagi hari untukmu setelahku.” Tidak pula ada satu malam kecuali Dia menyeru “Wahai Ibn Adam, manfaatkanlah aku, sebab boleh jadi tidak ada lagi untukmu setelahku.”

Maka dari itu, kita perlu menjadi orang berakal cerdas dan berpikiran terang. Bergegas dalam memanfaatkan kesempatan untuk beramal shaleh sebelum ajal menjelang secara mengejutkan. Sebab, dengan ajal, hilanglah kesempatan beramal dan sia-sialah waktu di sisi Allah.

Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra