Jakarta, Aktual.com – Pemerintah selama ini selalu mematok anggaran untuk pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat besar. Sementara kemampuan pemerintah dalam menarik penerimaan negara sangat rendah. Hal ini membuat APBN selalu defisit.
Pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng mengungkapkan bahwa kondisi ini karena selama pemerintah sudah tersandera oleh kesepakatan membangun mega proyek infrastruktur seperti listrik, tol, dan berbagai mega proyek lainnya.
“Masalahnya adalah sejak semula proses perencanaan berbagai mega proyek ini diduga melalui proses suap baik kepada anggota DPR maupun kepada oknum pemerintahan,” ungkap dia, kepada Aktual.com, di Jakarta, Minggu (1/1).
Sehingga Pemerintah dan DPR, disebutnya, tidak lagi dapat menghindar dikarenakan oknum pemerintahan dan DPR telah terikat janji dengan para kontraktor proyek tersebut.
“Dengan kondisi itu, maka pemerintah dan DPR menyediakan anggaran melalui penyertaan modal negara (PMN) ke dalam BUMN untuk membiayai proyek proyek infrastruktur itu,” jelasnya.
Karena, proyek yang umumnya dilaksanakan melalui kerjasama pemerintah dan swasta itu, berkaitan dengan perusahaan-perusahaan elit penguasa dan partai politik.
“Dan PMN ke BUMN itu akan menjadi lahan bancakan yang besar elit politik penguasa sekarang dalam mengumpulkan sumber dana baik untuk persiapan Pilkada serentak 2017 maupun Pemilu 2019 mendatang,” papar Salamuddin.
Itulah mengapa, tegas dia, pemerintah dan DPR nekad bertahan dengan target pengeluaran yang ambisius dalam APBNP 2016 yakni mencapai Rp. 2.082 triliun
“Segala daya upaya akan dilakukan untuk dapatkan uang, termasuk dengan membuat UU yang akan menjadi sumber korupsi dan pemerasan yang luar biasa yakni UU tax amnesty,” pungkas dia.
(Laporan: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka