Washington, Aktual.com – Amerika Serikat (AS) menyatakan keprihatinannya pada Senin (Selasa WIB) bahwa Presiden Sudan Omar al-Bashir berencana mengunjungi Tiongkok

Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan pada Minggu (30/8) bahwa Bashir akan melakukan perjalanan untuk bertemu mitranya dari Tiongkok Presiden Xi Jinping dan menghadiri perayaan menandai kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada 3 September.

Berbicara di Washington, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Mark Toner kepada wartawan bahwa AS tetap percaya bahwa Bashir tidak akan diterima untuk perjalanannya sampai ia menghadapi pengadilan.

“Seperti yang Anda ketahui, ia didakwa oleh Pengadilan Pidana Internasional (ICC) dengan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida,” katanya.

Surat perintah penangkapan terhadapnya tetap beredar dan kami sangat mendukung upaya ICC untuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan yang telah mereka lakukan.

“Kami menentang undangan, fasilitasi atau dukungan untuk perjalanan dari para pelaku yang mendapat surat perintah penangkapan oleh ICC,” kata Toner.

Pengadilan Kriminal Internasional mendakwa Bashir atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada 2009 dan atas tuduhan genosida di tahun 2010, semua itu berkaitan dengan konflik di wilayah Darfur, Sudan.

Ia telah secara rutin melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga Sudan, namun jarang melakukan perjalanan jarak jauh yang kemungkinan bisa membuatnya terkena penangkapan.

Ia terakhir kali mengunjungi Tiongkok pada 2011 di mana Negeri Tirai Bambu itu memiliki kepentingan yang signifikan di sektor minyak Sudan dan mendukung pemerintahannya.

Tiongkok dan Amerika Serikat tidak penandatangan traktat ICC tetapi keduanya adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang merujuk kasus Darfur dibawa ke pengadilan.

Konflik Darfur meletus pada 2003 ketika pemberontak etnik menentang terhadap pemerintah Khartoum yang didominasi Arab, mengeluhkan masalah marjinalisasi.

Konflik tersebut telah menyebabkan 300.000 orang tewas dan sekitar 2,5 juta lainnya mengungsi, menurut angka dari PBB dan pasukan Bashir dituduh melakukan kekejaman skala besar terhadap warga sipil.

Artikel ini ditulis oleh: