Ilustrasi Tambang Batu Bara (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Koalisi Break Free From Coal Indonesia mengungkapkan potensi kerugian ekonomi negara yang akan sangat besar dari proyek-proyek raksasa PLTU batu bara di pulau Jawa dan Bali apabila dilanjutkan dan mulai beroperasi.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika menuturkan; jika menilik kembali RUPTL 2017- 2026, total kapasitas PLTU batu bara yang tercatat dalam dokumen tersebut mencapai sekitar 17 ribu MW.

Apabila pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan asumsi awal yaitu sebesar 7,2%, maka diperkirakan akan terjadi kerugian ekonomi yang sangat besar dari banyaknya listrik yang tidak terserap oleh para konsumen.

“Listrik tidak seperti beras sekali diproduksi tidak bisa disimpan di dalam gudang, teknologi baterai penyimpanan kita masih sangat lemah. Secara aktual, realisasi pertumbuhan penjualan listrik PLN selama 5 tahun terakhir apabila dirata-rata hanya mencapai 4,4%,” ujar dia secara tertulis, Jumat (19/1).

Sehingga apabila dianalisa lebih lanjut dan RUPTL 2018-2027 tidak mengalami perubahan dari RUPTL 2017-2026, maka pada tahun 2026 akan mengalami surplus listrik sebesar 71%.

“Ini bukan hanya angka di atas kertas, tapi ini adalah proyek besar bernilai triliunan rupiah yang akan terbuang percuma,” ungkap Hindun

Pemerintah tentu tidak akan membiarkan PLN rugi dan bangkrut, tambah Pengkampanye Energi dan Perkotaan WALHI, Dwi Sawung, Kebangkrutan PLN hanya akan menambah masalah, dimana credit rating negara bisa menurun dan membuat Indonesia kesulitan untuk melakukan pinjaman-pinjaman lainnya.

“Kami melakukan kalkulasi, dan melihat satu per satu proyek PLTU Batubara yang direncanakan di pulau Jawa dan Bali saat ini. Dari perhitungan kami, terdapat 9 proyek PLTU batubara yang seharusnya dibatalkan, demi menjaga kestabilan keuangan negara dan menghindari kerugian rakyat yang lebih besar lagi. Hampir semua proyek tersebut juga memiliki konflik lahan, dampak lingkungan, dampak kesehatan dan kerugian ekonomi pada masyarakat setempat,” ucap Dwi Sawung.

Proyek-proyek tersebut mencakup Jawa 9 dan 10, Jawa 6, Cirebon 2, Tanjung Jati B, Celukan Bawang 2, Jawa 5, Indramayu, Jawa 8, Tanjung Jati A. Kesembilan PLTU Batubara tersebut memiliki status yang berbeda-beda, mulai dari tahap perencanaan, tahap pengajuan ijin dan tahap Purchased Power Agreement (PPA).

Nilai total dari pembangunan kesembilan PLTU Batubara tersebut bisa mencapai 350 triliun rupiah atau setara dengan USD 26 miliar.

“Ini bukan jumlah yang sedikit, kerugian ini bisa dihindari dan tentunya banyak sektor lain yang lebih membutuhkan dana tersebut, seperti sektor pendidikan dan kesehatan yang masih jauh tertinggal,” ujar dia.

“Ini kondisi yang tidak bisa lagi ditawar. Kementrian ESDM dan PLN harus mengeluarkan 9 proyek tersebut dalam RUPTL 2018 yang akan disahkan dalam waktu dekat ini,” tegasnya.

Selain itu, Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar mengatakan jika pembangunan PLTU batubara yang tidak dibutuhkan ini tetap direalisasikan, dampaknya akan memperburuk kondisi di kawasan pertambangan batubara dan lingkungan masyarakat.

“Kesalahan perencanaan listrik tidak hanya akan merugikan uang rakyat dan negara, tapi juga membuat lonjakan emisi karbon yang memicu pemanasan global. Indonesia punya segala hal yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin di dunia untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Namun hal itu luput dilakukan,” imbuh dia.

“Penambahan 9 PLTU batu bara telah mengingkari komitmen Indonesia dalam Kesepakatan Paris untuk menahan laju kenaikan suhu di bawah 2 derajat celcius ” pungkasnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta