Jakarta, aktual.com – Pemilihan Presiden (Pilpres) RI menjadi pusat perhatian kembali, kali ini mendapat sorotan dari tetangga seberang, Australia. Platform analisis dan penelitian Indonesia kontemporer, “Indonesia at Melbourne” yang dijalankan oleh Centre for Indonesian Law, Islam, and Society (CILIS) di Melbourne Law School, telah menerbitkan tulisan mendalam mengenai salah satu Bakal Calon Presiden (capres), Anies Baswedan.
Helen Pausacker, Wakil Direktur CILIS dan Editor Eksekutif untuk Australian Journal of Asian Law, mengulas dalam artikel berjudul “Pemilu 2024: kandidat ketiga, Anies Baswedan”, tentang potensi kehadiran tiga kandidat kali ini.
“Dalam tiga kali pemilu RI sebelumnya, 2009, 2014, dan 2019, hanya ada dua kandidat bersaing di puncak jabatan presiden. Namun kali ini, kemungkinan ada tiga nama: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan,” tulisnya, dikutip pada Rabu (9/8/2023).
Meski jajak pendapat menunjukkan bahwa peluang Anies maju ke putaran kedua sebagai calon presiden tidak begitu besar, Anies nampaknya memiliki tekad untuk tetap bertarung dengan dukungan dari koalisi tiga partai: Nasional Demokrat (NasDem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat.
Artikel itu kemudian membahas profil Anies secara rinci, termasuk latar belakang keluarganya dan perjalanan kariernya. Anies berasal dari keluarga yang memiliki posisi terhormat dalam sejarah Indonesia, dengan kakeknya, Abdurrahman Baswedan, yang merupakan mantan jurnalis dan menteri kabinet pada masa Revolusi Indonesia. Orang tua Anies juga adalah akademisi, dengan ayahnya, Rasyid Baswedan, pernah menjadi rektor Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
“Anies bersekolah di sekolah dasar dan menengah negeri tetapi juga menghabiskan satu tahun sebagai siswa pertukaran AFS di Milwaukee, Wisconsin,” tulisnya.
“Berbeda dengan Ganjar atau Jokowi (Presiden Joko Widodo), Anies berasal dari keluarga yang mapan di masyarakat, seperti halnya Prabowo,” tambahnya.
Ia pun menyinggung bagaimana Anies sempat menjadi kabinet transisi untuk presiden terpilih, Jokowi. Ia pun menjelaskan bagaimana di 2016, Anies dan Jokowi tampak berselisih.
“Anies dipecat di tengah kritik atas kinerjanya dan tuduhan tidak memprioritaskan program Indonesia Pintar (Indonesia Pintar) Jokowi, yang memberikan bantuan kepada siswa sosial ekonomi rendah,” tulis Pausacker.
“Dia kemudian mengarahkan pandangannya pada jabatan politik baru, mencalonkan diri untuk pemilihan Gubernur Jakarta 2017 dengan Sandiaga Uno sebagai pasangannya,” tambahnya menyebut nama Menteri Pariwisata RI saat ini.
Dalam artikel tersebut, mencatat beberapa kontroversi yang melingkupi perjalanan politik Anies, termasuk ketika ia menjadi Gubernur Jakarta. Di antara kontroversi tersebut adalah kebijakan izin bangunan di pulau buatan yang direklamasi serta kebijakan menutup akses pejalan kaki untuk mengakomodasi pedagang kaki lima.
Tidak hanya itu, ia juga menyoroti perubahan sikap Anies terkait isu agama dan etnis. Meskipun sebelumnya terlibat dalam isu polarisasi, Anies telah menggulirkan kampanye tentang toleransi dan pengakuan terhadap semua agama. Ia diketahui telah mendukung gereja-gereja Kristen dan mengizinkan perayaan Natal di ruang publik.
Helen Pausacker menyimpulkan bahwa Anies sedang dalam proses pembelajaran dan perubahan citra. Terlepas dari hasil Pilpres tahun depan, usia masih berpihak pada Anies, yang memberinya peluang untuk mencalonkan diri kembali. Artikel ini menggugah pertanyaan mengapa Anies begitu bertekad untuk tetap berkompetisi dalam perlombaan politik.*
Dengan demikian, ia menyimpulkan, “Untuk saat ini, Anies sedang belajar dan melakukan rebranding. Dan terlepas dari hasilnya tahun depan, usia memihaknya, jadi dia akan memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri lagi. Mungkin itu sebabnya dia begitu bertekad untuk tetap dalam perlombaan?”
Artikel ini ditulis oleh: