Ketua MPR RI Bambang Soesatyo unjuk kemampuan dalam acara Asah Keterampilan Penggunaan Senjata Bela Diri Perikhsa 2024 serta melantik Pengurus DPD Perikhsa Bali dan Jawa Timur di Lapangan Tembak Senayan Jakarta, Sabtu (27/7/2024). ANTARA/HO-MPR RI

Jakarta, aktual.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet, menekankan pentingnya pengaturan teknis penggunaan terkait penggunaan senjata api beladiri melalui penerbitan peraturan pemerintah dan revisi undang-undang.

Bamsoet yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri (Perikhsa) dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (27/7), mengatakan bahwa sejatinya kepemilikan senjata api di Indonesia diatur secara ketat dalam Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Akan tetapi, kata dia, ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik izin khusus senjata api beladiri (ikhsa) bisa menggunakan senjata apinya, seperti tahapan penggunaannya, semisal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan, belum ada hingga saat ini.

“Sehingga seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak, baik dari sisi pemilik ikhsa maupun dari sisi kepolisian. Oleh karena itu, revisi UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) sangat penting,” ucapnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, ia mengatakan Pengurus Pusat Perikhsa telah menyerahkan rancangan naskah akademik Peraturan Pemerintah (PP) tentang perizinan senjata api beladiri sipil non-organik TNI/Polri kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

“Naskah akademik untuk revisi UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 juga sudah disiapkan. Semoga bisa diajukan menjadi RUU inisiatif DPR pada periode 2024-2029,” kata dia.

Menurut Bamsoet, keberadaan revisi UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan penerbitan PP tersebut juga bertujuan untuk menghindari kriminalisasi terhadap pemilik ikhsa.

Ia mencontohkan bahwa pada beberapa waktu lalu, terdapat seorang pemilik ikhsa yang terancam nyawanya karena berpotensi dikeroyok oleh sopir bus dan kawan-kawannya. Namun, pemilik ikhsa tersebut malah berhadapan dengan hukum karena mengokang senjata api bela diri miliknya.

“Walaupun memiliki senjata api bela diri, ia justru tidak berani menggunakannya dalam menghadapi pengeroyokan. Akibatnya justru ia meninggal dunia karena tidak berani menggunakan senjata api untuk membela dirinya karena tiadanya kepastian hukum,” ujarnya.

Ia juga menilai para pemilik senjata api beladiri itu tidak hanya berkontribusi dalam pendapatan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tetapi juga dapat membantu pemerintah dan kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai komponen cadangan yang sewaktu-waktu bisa mendukung TNI sebagai bagian penjaga kedaulatan bangsa dan negara,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain