Selain Bandara Morowali, di Kab. Morowali terdapat juga satu Bandar Udara khusus yang berada di dalam Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Bahodopi. Bandara ini resmi dioperasikan pada Oktober 2019 yang lalu untuk melayani kebutuhan perusahaan. . Bandara ini memiliki dimensi landasan pacu panjang 1.890 meter dengan lebar 45 meter serta dilengkapi dengan fasilitas masing-masing 2 unit Damkar, pushback car lektro, GPU, water service cart, dua unit ambulance dan mobil komando. Foto: Ist

Jakarta, Aktual.com — Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan fakta anomali sekaligus ironis, ada bandara di Indonesia yang tak memiliki perangkat negara sama sekali. Hal itu disampaikan Sjafrie usai menyaksikan Latihan Terintegrasi 2025 yang digelar TNI dan perangkat lainnya di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis, 20 November 2025.

Perbincangan di media sosial mengarah pada sebuah bandara di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Bandara khusus internasional yang berada di Jl. Trans Sulawesi, Fatufia, Keurea, Bahodopi, Morowali.

Bandara ini telah beroperasi sekitar enam tahun di jantung industri nikel nasional tanpa pengawasan otoritas negara. Bandara ini tidak ada Bea Cukai. Tidak ada Imigrasi. Tidak ada AirNav. Tidak ada negara. Menhan Sjafrie menyebutnya ‘republik dalam republik’.

Gadaikan Kedaulatan demi Investasi

Direktur Intelligence National Security Studies (INSS) Stepi Anriani menyampaikan, bandara adalah objek vital nasional dan titik strategis sebuah negara. Karena itu, ia menyebut, absennya negara di bandara tersebut sebagai bentuk kelalaian yang tak bisa ditoleransi.

“Jika benar adanya terkait pemberitaan, maka kita sudah kecolongan,” ujarnya, saat dihubungi aktual.com, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Menurutnya, kejadian ini adalah bukti negara terlalu lama diam. Membiarkan kepentingan investasi dengan menggadaikan kedaulatan.

“Ramah investasi sering diartikan tunduk. Fleksibel sering diartikan mudah menyerahkan kedaulatan,” kritiknya.

Ia menilai, karakteristik mengalah dan kebiasaan diam inilah yang harus segera diakhiri.

Salah satu pesawat di bandara khusus internasional di kawasan PT IMIP Morowali, Sulawesi Tengah. Foto: Ist

Stepi juga menyampaikan, dari sudut pandang intelijen, risiko yang ditimbulkan bandara tanpa negara ini sangat nyata. Ada kecurigaan nikel dan mineral tambang lainnya bisa dibawa ke luar Indonesia secara ilegal.

“Keluar-masuk barang tanpa diawasi. Benarkah hanya nikel yang dibawa keluar? Atau ada mineral lain yang nilainya jauh lebih mahal?” tanya Stepi.

Stepi juga menyoroti potensi masuknya orang asing tanpa prosedur imigrasi, serta kemungkinan penyusupan perangkat militer atau pengintaian. Menurutnya, bandara yang seharusnya menjadi simpul pengawasan justru berubah menjadi celah keamanan.

Ibarat pintu belakang rumah yang tak ada kuncinya, ucap Stepi, siapa pun bisa keluar-masuk tanpa diketahui. Yang lebih mencengangkan, temuan ini bukan hasil audit kementerian, atau laporan dari lembaga pengawas, namun justru dari Menteri Pertahanan.

“Latihan komando gabungan TNI di Morowali awalnya terdengar seperti acara rutin. Sampai kita tahu lokasi latihannya adalah bandara milik PT IMIP,” kata Stepi.

Ia juga mempertanyakan bagaimana bandara sebesar itu bisa beroperasi tanpa pengawasan selama bertahun-tahun. “Negara harus hadir, sebelum semuanya terlambat,” tegasnya.

Ia pun mendesak agar pemerintah segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh infrastruktur privat yang beroperasi di wilayah strategis.

“Jika satu bandara bisa lolos, berapa pelabuhan privat yang juga mirip?” tanya Stepi.

DPR Segera Panggil Menteri Perhubungan

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menegaskan, persoalan bandara khusus IMIP akan masuk dalam agenda pihanya dengan Kementerian Perhubungan dalam waktu dekat.

Komisi V DPR, ucapnya, akan meminta penjelasan resmi dari pemerintah mengenai siapa instansi negara yang paling tepat ditempatkan di bandara tersebut.

“Kami akan rapat dengan Kementerian Perhubungan, sekalian membahas masalah Natal dan Tahun Baru. Soal bandara ini akan kita bahas sekalian,” ucapnya, ditemui aktual.com di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Politisi PDIP ini menyampaikan, secara sistem, pengawasan terhadap bandara khusus sebenarnya telah berjalan. Namun, ia setuju ketiadaan aparat negara di lapangan tetap menjadi masalah yang harus segera dibenahi.

Kawasan PT IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah. Foto: Ist

“Bandara khusus itu ada mekanismenya, ada sistem yang mengawasi. Tapi karena ini objek vital, risiko barang ilegal masuk atau keluar harus diawasi. Ini harus diperbaiki. Kalau di lapangan tidak ada unsur negara, saya juga keberatan. Ini harus diperbaiki,” tegasnya.

Menurut Lasarus, keberadaan unsur negara di Bandara Khusus PT IMIP Morowali merupakan keharusan untuk memastikan pengawasan berjalan sesuai aturan.

Lasarus menegaskan, meski bandara tersebut berstatus khusus, operasionalnya tetap harus mengikuti regulasi yang berlaku. Ia menjelaskan, bandara khusus hanya diperbolehkan melayani penerbangan domestik.

“Bandara khusus tidak boleh ada penerbangan internasional. Jadi tidak boleh ada pesawat dari luar langsung ke situ,” tambahnya.

Lasarus juga menyampaikan, sistem perizinan terbang tetap berjalan dan diawasi Kemenhub. Tidak ada satupun pesawat yang lepas landas tanpa sepengetahuan Kemenhub.

“Pesawat mau terbang harus lapor, ada slot time, izin terbang. Sistem kita mendeteksi semua. Yang dipertanyakan Pak Menhan itu, ketika pesawat mendarat kok yang ngecek tidak ada aparat negara,” ujarnya.

Menurut Lasarus, bandara termasuk objek vital yang rawan menjadi titik masuk maupun keluar bagi aktivitas ilegal, mulai dari penyelundupan barang hingga pelanggaran otoritas penerbangan.

“Bandara itu objek vital. Kita khawatir penyelundupan dan seterusnya. Kalau ada hal ilegal, perlu pengawasan. Harus ada unsur negara di sana,” tegasnya.

Namun, Lasarus menampik anggapan Bandara IMIP merupakan bandara yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2019. Ia meluruskan, yang diresmikan Jokowi saat itu adalah Bandara Morowali yang melayani penerbangan umum, dan bukan yang termasuk kawasan PT IMIP.

“Bukan, yang diresmikan Pak Jokowi itu bandara untuk pelayanan umum, bukan PT IMIP. Di Morowali ada dua bandara. Satu bandara khusus, dan satu bandara umum,” katanya.

Bandara Tanpa Perangkat Negara Adalah Anomali

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan ada bandara di Indonesia yang tak memiliki perangkat negara sama sekali. Keberadaan bandara itu membuat kedaulatan ekonomi RI menjadi rawan.

“Ini anomali, bandara tapi tak memiliki perangkat negara dalam bandara ada celah yang membuat rawan kedaulatan ekonomi,” kata Sjafrie, usai menyaksikan Latihan Terintegrasi 2025 yang digelar oleh TNI dan perangkat lainnya di Morowali, Sulawesi Tengah Kamis (20/11).

Sjafrie mengatakan pihaknya akan segera mengevaluasi masalah tersebut sehingga celah kerawanan kedaulatan ekonomi bisa teratasi. Ia pun akan melaporkan semua temuan dan evaluasi kepada Presiden RI.

“Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik. Kita harus tegakkan semua ketentuan tanpa kita melihat latar belakang dari manapun asalnya,” tegas Sjafrie.

Sebagaimana dilansir situs web resmi Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, bandara yang dirujuk Sjafrie adalah bandara yang terletak dekat dengan jalur laut strategis yakni Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI II dan III. Lokasi bandara PT IMIP berada di sekitar itu.

Peninjauan di lokasi pada 19 November itu dilakukan Sjafrie dalam kapasitasnya sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan Pengawas Tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Saat itu tengah dilakukan simulasi pertahanan yang digelar Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas). Simulasi ini adalah latihan menangani pesawat asing atau gelap (black flight) yang melanggar wilayah kedaulatan udara.

Tiga Bandara Khusus Internasional

Berbeda dengan penjelasan dari Ketua Komisi V DPR RI Lasarus yang menyebut bandara khusus di PT IMIP hanya menerbangkan domestik, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah menetapkan bandara tersebut sebagai bandara khusus internasional.

Ketentuan itu tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 38 Tahun 2025. Dalam ketentuan ini, bandara khusus PT IMIP bisa dapat melayani penerbangan luar negeri setelah memenuhi persyaratan dan memperoleh izin.

Selain bandara PT IMIP, ada dua bandara lainnya yang melayani sektor industri menjadi bandara internasional, yakni Bandar Udara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara, Pelalawan, Riau, dan Bandar Udara Khusus Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Bandara khusus Sultan Syarief Haroen berada dalam kawasan perkebunan sawit. Ini adalah bandara yang dikelola swasta di Pelalawan, Riau. Dengan status ‘bandara internasional terbatas/khusus’, bandara ini bisa digunakan untuk penerbangan non-berjadwal internasional terkait industri, kargo, atau operasional khusus.

Adapun bandara khusus Weda Baya dikembangkan untuk melayani kawasan industri/pertambangan di area PT Weda Bay Nickel/Indonesia WedaBay Industrial Park (IWIP).

Seiring pembangunan pelabuhan dan infrastruktur transportasi lainnya di Weda, bandara ini direncanakan mendukung aktivitas ekspor-impor, logistik, dan pendukung operasional industri di kawasan tersebut.

Era Presiden Jokowi

Sedangkan yang sekarang menjadi polemik, yakni bandara PT IMIP berada di dalam kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Runwaynya sekitar 1.890 meter, cukup untuk melayani pesawat sekelas Embraer ERJ-145 sampai Airbus A320. Bandara ini dibangun agar mendukung kelancaran mobilitas pekerja, logistik, dan operasional industri di kawasan IMIP.

Izin pendirian bandara PT IMIP sebetulnya pernah ditolak saat Menteri Perhubungan dijabat Ignasius Jonan. Namun, izin terbit di era Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Dalam waktu relatif singkat setelah pergantian menteri dari Jonan ke Budi Karya, tepatnya pada 2017, pembangunan bandara privat IMIP akhirnya dimulai dengan izin yang telah diperoleh.

Dua tahun kemudian, tepatnya 2019 bandara itu selesai, dan resmi beroperasi. Pada, 2025, bandara ini mendapat status bandara khusus internasional terbatas.

Dengan status tersebut, bandara ini dapat mendukung kegiatan industri/impor-ekspor, cargo, kargo proyek, evakuasi, dan lainnya.

Namun, tidak adanya petugas bea cukai, imigrasi dan airnav di bandara PT IMIP sebetulnya menyalahi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 38 Tahun 2025.

Di Ketentuan ini, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa menyampaikan setiap bandar udara yang ditetapkan harus memastikan terpenuhinya standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan, serta menyiapkan fasilitas imigrasi, bea cukai, dan karantina sebelum dapat melayani penerbangan langsung dari dan ke luar negeri.

Laporan: Yassir Fuady dan Taufik A Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi