Jakarta, Aktual.com — Mencuatnya data para pengemplang pajak yang terungkap dari Panama Papers seharusnya menyadarkan pemerintahan Joko Widodo agar tidak ngotot menggolkan RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Untuk itu, Forum Pajak Berkeadilan (FPB) menganggap saat ini sudah memasuki masa darurat kejahatan pajak. Untuk itu, mereka meminta ke pemerintah agar membatalkan rencana pemberian pengampunan pajak (tax amnesty) kepada wajib pajak super kaya.
“Karena langkah itu akan kontra-produktif terhadap upaya optimalisasi penerimaan pajak,” tandas Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah, salah satu anggota FPB melalui siaran pers yang diterima, Jumat (8/4).
Berdasar data Koalisi PWYP Indonesia, negeri ini ternyata berada pada posisi ke-7 dari negara-negara yang memiliki aliran uang haram tertinggi di dunia.
“Dalam rentang 2003-2012, Indonesia tercatat mengalirkan dana sebesar Rp1.699 triliun atau rata-rata per tahun mencapai Rp167 triliun,” ungkapnya.
Untuk itu, dengan metode penghitungan yang sama, PWYP Indonesia mencatat dugaan total aliran uang haram di Indonesia di tahun 2014 sebesar Rp227,75 triliun atau setara dengan 11,7% dari total APBN-P tahun 2014.
Dan khusus di sektor pertambangan, nilai aliran uang haram diperkirakan mencapai Rp23,89 triliun, di mana Rp21,33 triliun berasal dari transaksi perdagangan ilegal dan Rp2,56 triliun berasal dari alirang uang panas.
“Di tengah rendahnya tax ratio sektor pertambangan yang hanya mencapai 9,4% mengindikasikan masih maraknya praktik penghindaran dan pengemplangan pajak di sektor pertambangan,” tandas Maryati.
Pemberlakuan Tax Amnesty juga bisa disebut sebagai langkah mundur penegakan hukum perpajakan dan pencucian uang. Apalagi pengampunan pajak itu akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak.
“Yang ada, pengampunan pajak akan melemahkan ‘wibawa’ pemerintah di hadapan orang super kaya dan korporasi,” imbuh Direktur Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan selaku Koordinator Forum Pajak Berkeadilan.
Bahkan, kata dia, pengampunan pajak itu akan melukai wajib pajak kecil-menengah atau kaum salariat yang bergaji bulanan, yang selama ini justru patuh bayar pajak. “Ini menciderai keadilan,” kecam dia.
Forum Pajak Berkeadilan ini terdiri dari Perkumpulan Prakarsa, ASPPUK, ICW (Indonesia Corruption Watch), IGJ (Indonesia for Global Justice), IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), ILR (Indonesian Legal Roundtable), PWYP Indonesia, YLKI (Yayasan Layanan Konsumen Indonesia), INFID (International NGO Forum on Indonesian Development), dan TII (Transparency International Indonesia).
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan