Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi dari Indef, Ahmad Heri Firdaus, menyebut tantangan tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak mudah. Termasuk harus mampu menyukseskan program pengampunan pajak (tax amnesty) yang harus dapat menggerakkan sektor riil.
“Tidak ada jaminan tim ekonomi baru Jokowi akan sukses membawa ekonomi lebih baik, termasuk menyukseskan program tax amnesty,” ujar Heri kepada Aktual.com, Minggu (31/7).
Menyukseskan program tax amnesty yang sangat diharapkan pemerintah Jokowi menjadi tantangan di depan mata. Kehadiran Sri Mulyani yang diplot sebagai Menteri Keuangan, tidak langsung otomatis target pajak dari program tax amnesty sebesar Rp165 triliun itu akan tercapai.
“Saya ragu dari program tax anmesty ini akan menambah penerimaan pajak sebesar Rp165 triliun, sekalipun tim ekonomi saat ini ada penyegaran,” ujar Heri.
Sebelumnya, pihak pemerintah menyebutkan dana repatriasi tax amnesty yang baru masuk ke Indonesia dalam sebulan ini hanya mencapai Rp80 miliar. Padahal selama ini, pemerintah mengklaim ada sekitar Rp2.400 triliun dana repatriasi yang akan ‘pulang kampung’.
Sejauh ini, menurut Heri, bergabungnya Sri Mulyani hanya sebatas berdampak positif terhadap respon positif pasar. Dalam beberapa indikator sektor keuangan, memang kepercayaan pasar menguat.
“Akan tetapi, modal kepercayaan saja tidak cukup, mengingat tantangan ekonomi kian berat,” ingat Heri.
Untuk itu, menurut dia, kepercayaan pasar harus dimanfaatkan menjadi sebuah momentum untuk menambah kapitalisasi guna mendorong sektor riil tersebut. Salah satunya dengan adanya dana repatriasi program tax amnesty ini.
“Jadi, aliran modal yang masuk itu harus digunakan untuk membangun sektor riil,” cetusnya.
Dia kembali menegaskan, rendahnya dana repatriasi ini selain kurang sosialisasi, juga karena calon pengguna TA ini masih bingung tentang teknis pemanfaatan tax amnesty.
“Jadi tentu saja masih perlu sosialisasi lebih dalam lagi. Banyak WP (wajib pajak) yang mau dpt TA rata-rata di awal-awal ini masih kebingungan caranya,” pungkas dia.
Laporan: Bustomi
Artikel ini ditulis oleh: