Jakarta, Aktual.co — Hampir seluruh manusia mengalami yang namanya patah hati. Dan terkadang atau mungkin hampir sebagian orang pernah mengalami yang namanya sakit hati, yang secara fisik sakit itu benar-benar terasa di dalam dada atau dekat jantung.
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Secara teori, hati manusia tak benar-benar patah ketika mengalami patah hati. Rasa sakit yang dialami ketika patah hati timbul dari kepala, otaklah yang menimbulkan rasa sakit tersebut. Karena secara alami, otak manusia tidak menyukai penolakan.
Bukan hanya hati, saat patah hati bagian tubuh lainnya juga mengalami sakit, seperti nyeri dan ngilu di berbagai tempat. Hal ini dikarenakan saat Anda dikhianati atau mengalami penolakan, area otak yang merespons sama dengan area yang akan terstimulasi ketika mengalami sakit secara fisik.
Dalam sebuah penelitian Dr Marcelle Stastny mengatakan bahwa saat mengalami penolakan dan pengkhianatan maka otak akan memproduksi lebih banyak hormon penyebab stres yang berimbas pada sistem kekebalan, yang menjadikan tubuh rawan terkena infeksi. Hal tersebut berbanding terbalik ketika Anda jatuh cinta. Saat jatuh cinta, otak memerintahkan tubuh mengeluarkan dopamin dan oksitosin, dua hormon yang memberikan rasa bahagia.
“Di sisi lain, saat perasaan cinta itu hilang, persediaan dopamin dan oksitosin dalam tubuh menyusut dan membuat otak lebih banyak memproduksi hormon penyebab stres, seperti kortisol,” ujarnya.
Saat patah hati itu terjadi tubuh Anda tidak bisa membedakan rangsangan yang mengancam secara fisik atau emosional. Sedangkan otak terus memproduksi hormon stres yang secara normal digunakan otak sebagai bahan bakar mengatasi keadaan darurat atau mengancam.
Karena itulah otak secara terus-menerus memproduksi hormon kortisol dan membuat tubuh mengakumulasi hormon stres tersebut. Lama-kelamaan hormon kortisol ini akan membuat otak mengirim lebih banyak darah ke otot untuk bersiap menghadapi aksi cepat. Padahal, Anda tidak bersiap untuk berkelahi atau berolahraga. Inilah mengapa ancaman emosional, seperti patah hati, umumnya bertahan lebih lama daripada ancaman fisik.
Ketika patah hati tekanan darah memang terbukti meninggi dan sering menyebabkan sakit kepala dan kaku leher. Ketegangan itu juga membuat dada Anda terasa seperti diremas. Tidak hanya itu karena otak terus memompa darah ke otot sedangkan kita tak membutuhkannya, maka otot tubuh membengkak dan Anda merasakan nyeri di semua tempat.
Kesimpulannya saat Anda patah hati tubuh mengalami reaksi yang sama seperti ketika kita sedang stress, terang Statsny. Oleh karena itu obat yang paling ampuh saat patah hati adalah sama seperti Anda mengobati stress, dengan mengonsumsi makanan kaya vitamin B bisa mengurangi kadar kortisol dalam tubuh, begitu juga dengan aktivitas menenangkan seperti meditasi, lanjut Statsny.
Kuncinya adalah agar kita tidak terus mengingat masa lalu, Anda bisa mengalihkan perhatian Anda kepada hal-hal positif seperti berolahraga. Karena selain dapat mengalihkan perhatian, olahraga juga mampu menurunkan kadar kortisol dalam tubuh dan merangsang otak memproduksi lebih banyak endorfin. Atau bisa mengalihkan dengan kegiatan-kegiatan positif seperti tekun dan konsen dalam kerjaan atau hobi-hobi bisa diperdalam akan sangat membantu dalam penyembuhan Anda.
Dan pesan Dr. Statsny adalah Hindari mengunci diri dalam kamar dan mengenang masa-masa indah. Hal itu justru membuat tubuh lebih stres dan memperburuk kesehatan. Dikutip dari informasi kesehatan, Rabu (12/11).

Masuk
Selamat Datang! Masuk ke akun Anda
Lupa kata sandi Anda? mendapatkan bantuan
Disclaimer
Pemulihan password
Memulihkan kata sandi anda
Sebuah kata sandi akan dikirimkan ke email Anda.