Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Achmad Baiquni tampak membela China Development Bank (CDB) saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR. Dia mengklaim, klausul perjanjian ‘Perubahan Kendali’ sesuatu yang wajar.
Kewajaran ini terjadi tidak hanya dengan CDB, dengan pihak lain pun, kata Baiquni selalu menyertakan klausul tersebut.
“Adanya kausul ‘Perubahan Kendali’ ini menjadi hal yang lumrah. Ini hanya untuk menjaga konsistensi kebijakan pemerintah saja,” dalih dia saat raker dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/3).
Keinginan pihak CDB, kata dia, dengan klausul itu, maka jangan sampai ada kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, sehingga pada akhirnya ditakutkan CDB akan berdampak pada perubahan kebijakan bank BUMN tersebut.
Dia kembali menegaskan, bahkan klausul tersebut tak hanya dengan CDB saja, melainkan juga dengan biasa disebutkan jika kerja sama dengan lembaga keuangan lain. “Jadi sekali lagi, dalam konteks ini masih dianggap lumrah,” papar dia.
Ia kembali menambahkan, porsi pinjaman ketiga bank BUMN sebesar masing-masing US$1 miliar itu jika dikaitkan aset yang dimiliki oleh ketiga bank tersebut sangat kecil. Jadi kalau dianggap pihaknya tidak mampu mengembalikan pinjaman ke CDB itu sangat kecil kemungkinannya.
“Jadi, kemungkinannya (bank BUMN tidak bisa mengembalikan pinjaman dari CDB) itu sangat kecil,” jelas dia.
Menurut dia, jika dikonversi ke rupiah, pinjaman itu sebesar Rp13 triliun (asumsi rupiah Rp13.000/US$). Sehingga jika dibandingkan dengan aset BNI hanya 2,9 persen.
“Perbandingan ke aset kami 2,9 persen dari total aset kami sebesar Rp478 triliun. Kemudian di BRI total asetnya Rp807,5 triliun atau sekitar 1,4 persen. Dan Mandiri Rp845 triliun asetnya,” ungkap dia.
Bahkan dia menyebutkan, untuk pinjaman ini suku bunganya juga malah rendah. Kata Baiquni, untuk tenor satu tahun dikenai bunga 4,6 persen, tenor 1-5 tahun sebesar 5 persen dan untuk tenor di atas 5 tahun dikenai bunga 5,15 persen.
“Ini semua yang diinginkan oleh CDB sendiri. Tapi memang di luar dari risk premium yang dikenai ke debitur itu,” pungkas dia.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan menyebut klausul itu justru bisa memunculkan kepentingan lain.
“Saya rasa ini bukan B to B murni. Tapi tetap pemerintah terlibat. Saya curiga mereka kasih pinjaman untuk menguasai saham di tiga bank BUMN itu,” tandas Heri.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan