Selanjutnya mengenai divestasi, Perlu menjadi perhatian bahwa divestasi ini adalah membeli saham yang artinya Pemerintah Indonesia (atau melalui BUMN) mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membeli saham PT Freeport.

“Darimana dana untuk membeli saham tersebut yang nilainya lebih dari Rp110 Triliun, apakah Pemerintah punya dana sebesar itu? dipastikan konsorsium seluruh BUMN tambang digabung pun tidak cukup mampu punya dana untuk membeli 51 perse saham PT Freeport,” tuturnya.

Karena itu, dia mensinyalir divestasi ini akan diisi oleh investor cukong dari negara tertentu yang saat ini sedang gencar-gencarnya menguasai perekonomian Indonesia. Selain itu tambahnya, yang lebih aneh, Indonesia akan memiliki 51 persen saham di PT Freeport, namun kendali operasi masih sepenuhnya berada di Freeport.

“Ini jelas kerugian bagi Indonesia. Dalam kontek PT Freeport yang Kontraknya akan habis selesai pada tahun 2021 divestasi tidak tepat, mestinya tunggu saja hingga tahun 2021 wilayah kerja tambang milik Freeport di Papua akan sepenuhnya kembali ke Pemerintah Indonesia tanpa harus membeli saham Freeport. Pengelolaan selanjutnya bisa oleh BUMN Indonesia dan ucapkan selamat tinggal Freeport. Dengan divestasi justru akan menjebak Indonesia untuk memberikan perpanjangan terus kepada Freeport,” tegas dia.

Laporan:Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid