Ilustrasi Anak Balita/Antara
Ilustrasi Anak Balita/Antara

Jakarta, Aktual.com – Membentuk generasi masa depan bangsa yang tangguh bisa dimulai dari cara memberikan makanan pertama bagi anak-anak.

DR dr Tan Shot Yen,M.hum, pakar gizi yang menyelesaikan pendidikan Profesi Kedokteran Negara FKUI di tahun 1991 tersebut mengatakan bagi seorang ibu, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) merupakan sebuah perjalanan berharga yang tak akan bisa diulang.

“Di situ ibu bertumbuh dan anak pun tentu saja bertumbuh,” kata dr Tan beberapa waktu lalu.

Menyiapkan MPASI, kata dr Tan, tak harus dilakukan dengan mewah dan berlebihan. Tak perlu dibedakan menu sang bayi dan menu keluarga. “Apa yang dimakan orangtua ya itu yang dimakan bayi, misal hari ini menu di rumah sayur labu ya bayinya beri labu juga, cuma pengolahannya dipisah.”

MPASI rumahan alias homemade baik untuk perkembangan anak.

“Anak bisa merasakan makanan item demi item secara utuh, jadi kalau ada hati ayam, wortel, tempe, maka anak merasakan makanan yang sesungguhnya alih-alih yang pabrikan. Bonusnya, saat anak belajar makan, MPASI rumahan membuat anak lebih mudah mengunyah karena tekstur bisa diikuti oleh ibunya,” kata dia.

Anemia dan lingkaran setan

Saat pertama kali memberikan MPASi kepada bayi, di usia enam bulan, sebaiknya bayi langsung diberi menu empat bintang plus lemak tambahan.

Menu empat bintang adalah menu makanan pendamping ASI yang terdiri dari 4 unsur gizi, yaitu karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran.

“Berbasis bukti, MPASI awal enggak perlu menu tunggal, misal bayi cuma dikasi buah dulu yang dikerok sebagai pengenalan. Ternyata ini malah enggak bisa ngikutin kebutuhan anak dan perkembangan anak, yang ditakutkan berat badan bisa turun dengan cepat.”

Menurut penulis buku “Anak Sehat Indonesia” itu, ketika anak bayi menginjak usia 6 bulan, kandungan zat besi dalam ASI sudah sangat rendah sehingga tak mencukupi kebutuhan bayi.

“Jadi begitu usia bayi 6 bulan zat besi sudah kosong banget, jadi kalau tidak kita tunjang dari hati ayam dari daging, ikan, telur, tentu anak enggak akan dapat zat besi cukup,” katanya.

Jika zat besi tak tercukupi maka akan muncul sebuah lingkaran setan. “Begitu zat besi kurang anak akan anemia, kalau anemia maka anak rewel dan enggak mau makan itu sebabnya banyak anak GTM (gerakan tutup mulut) dan malas bawaannya ngantuk.”

Jika anak GTM maka ibu akan stres sehingga tidak menemukan kebahagiaan saat mendampingi anak bertumbuh.

Mengolah MPASI

Mengolah MPASi dimulai dari menakar porsi. Dokter Tan menyarankan porsi makan bayi bisa diukur menggunakan genggaman tangan bayi.

“Satu genggaman tangan bayi adalah banyaknya karbohidrat yang perlu dia konsumsi sekali makan. Besar telapak tangan dan tebalnya adalah jumlah protein, satu rauk tangan bayi adalah porsi buah dan satu rauk tangan lagi adalah sayur, mentah ya, lalu nanti dimasak. Untuk lemak, sebesar satu jempol bayi.”

Bayi nyatanya juga tak memerlukan bumbu-bumbu aromatik apalagi gula dan garam.

“Bumbu bawang dan lain-lain itu tidak perlu, bayi enggak butuh itu,” kata dia.

Sementara untuk garam, dikhawatirkan akan membebani kinerja ginjal bayi jika diberikan terlalu banyak. Menurut panduan gizi nasional di Jepang, bayi usia 9 bulan diperbolehkan mengkonsumsi garam sekira 0,120 gram.

“Ada juga penelitian, begitu anak kenal asin nanti kalau besar dia akan cenderung mencari kudapan yang tidak sehat seperti kerupuk, mie instan dan lain sebagainya, maka jangan bangunin macan tidur deh.”

Untuk gula, sebaiknya bayi tak perlu diberi gula karena tubuh manusia pada dasarnya tak membutuhkan gula.

“Tubuh manusia itu butuhnya karbohidrat. Karbohidrat diolah oleh tubuh jadi gula. Seperti halnya protein yang masuk ke tubuh diolah jadi asam amino, tapi kita enggak makan asam amino kan?”

“Jadi hati-hatilah saat memberikan bumbu tambahan pada MPASi. Bayi itu bukan orang dewasa mini yang seleranya sama dengan selera mamanya. Anak GTM dikasi bumbu ya tetap GTM wong dia kembung, atau tumbuh gigi,” katanya.

Dokter Tan juga mengingatkan saat mengolah MPASI sebaiknya dilakukan menggunakan wadah yang baik dan tak perlu mahal.

“Enggak usah pakai food processor, diulek lalu saring saja. Pakai pancinya juga yang besi, stainless atau enamel saja enggak usah yang marble atau granit. Asal jangan alumunium ya, hati-hati pakai wadah alumunium,” katanya.

Setelah diolah, jika MPASI hendak disimpan di freezer sebagai stok, maka disarankan untuk dipasteurisasi cepat terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi bakteri dan kuman.

“Caranya, didihkan air lalu matikan api saat sudah mencapai 75 derajat dan dalam keadaan terbuka masukkan ke dalam kukusan, tutup lalu hitung 15 detik, angkat dan masukkan ke dalam kulkas. Itu bisa tahan tiga hari,” katanya.

Disarankan wadah penyimpanan MPASI bukanlah plastik melainkan wadah yang terbuat dari kaca.

Bayi yang sehat, menurut dr Tan adalah bayi yang pertumbuhannya senantiasa mengalami kenaikan.

“Bisa dilihat dari grafik tumbuh kembangnya kan. Makanya setiap bulan anak itu harus ditimbang, diukur tingginya dan lingkar kepalanya,” ujar dr Tan.

Balita yang sehat pertumbuhannya harus memiliki tren yang naik dan sesuai target. “Kalau stagnan atau terjun bebas bahaya.”

Anak-anak yang tumbuh sehat dimulai dari pemberian MPASI yang baik akan mencetak generasi bangsa yang sehat dan cerdas di masa depan, sebuah investasi berharga bagi kemajuan sebuah bangsa.

(Antara | Diva Ladieta)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Aktual Academy