Jakarta, Aktual.com — Keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk kembali memperpanjang izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia menuai kritik dari berbagai pihak.
Anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih mengungkapkan, sikap pemerintah tersebut tentu mengagetkan banyak pihak. Pasalnya kewajiban PT Freeport selama ini belum direalisasikan, termasuk kewajiban pembangunan smelter, tetapi pemerintah kemudian justru memberikan kemudahan izin ekspor.
“Jadi begini, membangun smelter itu kan amanah undang-undang nomor 4 tahun 2009, jadi itu sudah menjadi kewajibannya dan mestinya dilarang melakukan ekspor ke luar,” papar Eni, Rabu (9/2).
Eni menuturkan, terkait dua syarat yang diberikan pemerintah sebelum mendapatkan surat rekomendasi untuk perpanjangan ekspor kepada Freeport yaitu uang jaminan sebesar USD530 juta dan bea tambahan keluar sebesar 5 persen memang tidak diatur dalam kesepakatan kontrak karya dengan PT Freeport.
Tetapi kebijakan itu dikeluarkan karena selama ini PT Freeport tidak menunjukkan komitmen yang baik untuk menyelesaikan pembangunan Smelter di Gresik, Jawa Timur. Padahal pembangunan smelter itu adalah kewajibannya sesuai amanah undang-undang.
“Nah sekarang justru pemerintah melalui Kementerian ESDM memberikan kelonggaran, dengan tetap mengeluarkan surat rekomendasi izin perpanjangan ekspor meski Freeport tak beri uang jaminan USD530 juta, hanya membebankan 5 persen bea keluar. Lalu kenapa syarat itu dibuat jika hanya untuk dilanggar,” bebernya.
Eni menilai, PT Freeport tidak mempunyai itikad dan komitmen yang baik untuk menyelesaikan pembangunan smelter. Apalagi, menurutnya sampai saat ini realisasi pembangunan smelter tersebut belum nampak secara fisik di lapangan.
“Gresik itu Daerah Pemilihan (Dapil) saya, jadi tahu kalau di sana itu belum ada tanda-tanda pembangunan smelter. Jangankan secara fisik, persoalan tanah yang disebut-sebut oleh Freeport sebagai lokasi pembangunan smelter juga belum tuntas sepenuhnya . Jadi saya ragu Freeport mau mewujudkan pembangunan smelter beberapa tahun ini,” paparnya.
Selain itu, Eni menyebut, kalau smelter tidak dibangun oleh PT Freeport, lalu uang jaminan juga tidak diserahkan, lalu kenapa surat izinnya mesti dikeluarkan.
“Ini ada apa dengan pemerintah kita. Freeport seakan-akan diistimewakan, banyak perusahaan lain justru diperlakukan berbeda dengan PT Freeport,” sebutnya.
Mengenai alasan Freeport akan mengalami gangguan keuangan, cash flow dengan dibebankannya dana jaminan tersebut menurut Eni bukanlah alasan yang tepat.
“Nah kalau dana jaminan saja mereka tidak bisa penuhi, lalu bagaimana dengan dana untuk pembangunan smelternya yang jauh lebih besar, aneh kan,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui telah mengeluarkan surat rekomendasi izin perpanjangan eskpor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot mengatakan, rekomendasi surat izin perpanjangan PT FI telah dikeluarkan pada Selasa 9 Februari 2016.
“Jadi Freeport telah merespon dan pihak Freeport telah memenuhi syarat untuk kita kenakan tambahan bea keluar ekspor sebesar 5 persen,” ungkap Bambang.
Namun, ketika ditanya mengenai syarat selanjutnya yaitu uang jaminan sebesar USD 530 juta, Bambang mengatakan jika poin tersebut masih dibicarakan kedepannya bersama PT FI.
“Kemudian yang 530 juta dollar tersebut masih dibicarakan lebih lanjut,” ungkapnya.
Bambang membeberkan, surat rekomendasi izin perpanjangan eskpor tersebut dikeluarkan untuk izin ekspor konsentrat kepada PT FI selama 6 bulan kedepannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan