Era digital dengan kemajuan teknologi, produk ‘hoax’ sangat sulit diverifikasi, mereka sangat luar biasa terorganisir. Oleh karena, dirinya meminta kepada publik agar lebih hati-hati dan melakukan verifikasi setiap kali mendapatkan informasi yang sengaja disebar di media sosial.

Tak hanya publik yang terjebak dalam informasi ‘hoax’, namun ada media mainstream, yakni salah satu media televisi swasta yang memberitakan informasi ‘hoax’, dimana terjadi bom di Slipi, Kuningan dan Cikini, setelah aksi bom terjadi di Sarinah, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016.

“Wartawan saat ini lebih memilih jalan yang paling mudah untuk menulis, menemukan berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta hanya denga mengandalkan sumber media sosial. Padahal, tindakan ini tidak benar,” tegasnya.

Ratna menjelaskan perbedaan produk pers dengan media sosial. Produksi pers berisi berita tentang fakta, dibuat oleh wartawan dan disiarkan perusahaan media berbadan hukum yang memiliki batasan sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta jelas Penanggung Jawab dan alamat redaksinya.

Sementara produk media sosial berisi informasi yang siapa saja bisa memproduksinya tidak akurat berisi fakta dan opini, cara kerjanya individual, tidak ada batasan, tidak ada yang bertanggung jawab, identitas bisa dipalsukan dan pengelola bebas memanfaatkan kemudahan teknologi.

Artikel ini ditulis oleh: