Maulana Syekh Yusri hafidzahullahu Ta’ala wa ro’ah menjelaskan bahwa sebelum memerangi musuh Allah, perangilah terlebih dahulu hawa nafsu kita. Perangilah hawa nafsu kita dari cinta kepada dunia, sehingga tidak menjadikannya di dalam hati, akan tetapi di tangan kita. Hati kita tidaklah bisa untuk menyandingkan Allah dan makhluknya, karena Allah adalah Dzat yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagiNya.

Perangilah hawa nafsu kita, agar ketika kita berbuat baik, maka diri ini melupakan dan tidak pernah menyebutnya, sebagaimana peribahasa Mesir berkata :

“ اِعْمَلِ اْلَخَيْرَ وَارْمِ فِى الْبَحْرِ”

yang artinya “ berbuatlah kebaikan, lalu lemparlah ke dalam lautan “, tambah Syekh Yusri.

Perangilah hawa nafsu untuk membenci ahli maksiat atas kemaksiatannya bukan orangnya, karena sesungguhnya kita berkewajiban untuk menasehatinya. Maka dari itulah kita hendaknya membenci kemaksiatan bukan membeci ahli maksiat, agar kita bisa memberikan nasehat dengan penuh cinta, sehingga nasehat kita bisa diterimanya.

Sesuatu yang keluar dari hati, maka akan sampai pula kepada hati. Sebanyak apapun maksiat seorang mukmin, maka wajib kita kasihi. Sebagaimana sabda baginda Nabi SAW:

“لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ”

yang artinya “ Tidaklah kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sehingga kalian mencintai saudara kalian seperti halnya kalian mencintai diri sendiri “(HR. Bukhari). Sebagaimana kita mengharapkan hidayah untuk diri kita, begitu juga pula kita mengharapkan hidayah itu untuk orang lain.

Perangilah hawa nafsu, agar kita ridha terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita, dan tidak mengharap sesuatu yang tidak Allah tuliskan untuk kita. Agar tidak meminta kepada Allah untuk mempercepat sesuatu yang Allah kehendaki untuk mengakhirkannya, serta tidak meminta untuk diperlambat sesuatu yang telah Allah tuliskan untuknya sekarang ini.

Karena sesungguhnya, ketika Allah memberikan nikmatnya kepadamu, maka sesungguhnya atas dasar karuniaNya, dan apabila Allah tidak memberikannya kepadamu, maka atas dasar Sifat AdilNya, tegas Syekh Yusri.

Ujian seorang mukmin di dunia ini, jawabannya ada pada sirah (sejarah) kehidupan baginda Nabi SAW, karena bagindalah qudwah serta uswah bagi umatnya. Sebagaimana baginda adalah sebagai contoh hamba Allah yang paling sempurna di dalam menghadapi sebuah nikmat Allah Ta’ala.

Baginda Nabi SAW adalah makhluk pilihan yang paling sempurna, yang dijadikan sebagai seorang hamba yang benar-benar bertahaqquq (menyatakan diri) dalam menghambakan diri kepada Tuhannya, serta benar-benar nyata dalam berta’alluq (bergantung serta bersandar diri) kepadaNya. Wallahu A’lam.

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin