Dengan kebijakan tersebut, bagi Mirza, manajemen likuiditas perbankan jadi lebih fleksibel. “Harapannya, pasar uang lebih likuid, dan dananya bisa mengalir di pasar uang itu. Sehingga berdampak ke pertumbuhan ekonomi,” urainya.

Pasalnya, dia berharap, dengan sistem ini bisa membuat suku bunga terutama suku bunga kredit bisa lebih rendah. Meski hal itu tak otomatis memengaruhi suku bunga kredit.

“Saat ini, di sistem ada sekitar Rp400 triliun dana likuiditas jangka pendek milik bank-bank yang kembali ke BI. Walaupun BI tak menginginkan, karena BI sudah kendalikan lewat GWM,” klaim Mirza.

Di tempat sama, ekonom dari UI, Lana Soelistianingsih menyebut, mestinya kebijakan GWM averaging itu bisa membuat pertumbuhan kredit tinggi, sehingga dengan tingginya uang beredar itu bisa membuat pertumbuhan ekonomi meninggi juga.

“Tapi pada akhirnya tergantung perilaku bank itu. Dan tergantung kondisi DPK-nya. Karena banyak DPK, seperti bank BUMN justru menyimpan dana pemerintah. Pemerintah itu kalau butuh dana akan menarik dana dalam jumlah besar. Jika terjadi, akan memengaruhi pengucuran kredit,” jelas Lana.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka