Beliau berkata kepadaku: Faidah dari itu semua adalah membatasi dan memenjarakan hati untuk tetap di alam hissi (bisa dirasakan panca indra). Apabila dzikir ini dilakukan dalam keadaan bersih baik badan, pakaian, tempat, lisan, perut dan seluruh anggota tubuh. Juga disertai pengagungan, ketenangan, ketundukan dan ketergantungan kepada Allah Swt. saat berdzikir maka sungguh subtansi indrawi yaitu (tampaknya) alam al-mu/k (kerajaan langit dan bumi) akan bertambah pada dirimu, dan takwa merupakan subtansi maknawi, yaitu alam malakut (tidak terlihat panca indra/ bersifat ghaib). Lalu segala ilmu, anugrah pemberian, nur cahaya kerahasiaan akan menghampirimu, jangan kau berhenti dan mengarah pada titik itu, tapi berpalinglah darinya sebagaimana engkau menampik perasaan-perasaan sebelumnya. Sebab yang demikian menjadi sebab terputusnya ahli thariqah untuk sampai pada tujuan hakiki, yaitu Allah Swt.

Manaqib dan Kewalian

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Akupun berdzikir al-Ismu al-‘Adzham dengan cara tersebut selama hampir sebulan, hingga dzikir tersebut bersemi dalam pikiranku. Dan jika tekad kuat, aku temukan pikiranku senantiasa diliputinya dari pagi hingga petang. Dan segala ilmu dan anugrah mulai mendatangiku layaknya desir ombak lautan. Tidak dipungkiri bahwa setiap orang yang mendapatinya seperti diterpa gelombang ombak laut, bahkan lebih dahsyat lagi. Hanya saja perasaan telah menguasai mereka dan mencuri hati dan anggota tubuh mereka dan meninggalkannya (dalam keadaan) mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. Dan tidaklah ada yang meninggalkan hal tersebut kecuali segelintir manusia saja, dan tiada daya upaya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah Swt..

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Maka aku tidak menghiraukan dan tidak tergiur ilmu-ilmu itu, tapi aku menampiknya serta fokus pada al-Ismu al-‘Adzham dan huruf-hurufnya hingga suatu malam hadir padaku firman Allah Swt:

هو الأول و الأخر و الظاهر و الباطن

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin” (QS. Al-Hadid: 3).

Akupun menampiknya namun ia tetap tidak meninggalkanku dan tidak menerima keberpalinganku, bahkan tetap mengepungku secara dahsyat. Ia berkata: “Apa makna firman Allah tersebut?” Aku belum menemukan jawaban yan tepat. Aku jawab: Firman Allah “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir”, maka aku telah memahaminya secara haq. Adapun makna “Yang Zhahir” maka aku tidak melihat yang zhahir kecuali “malakut”. Seketika itu ia berkata: Jika maksud dari makna “Yang Zhahir” berbeda dari pemahamanmu maka itu “Yang Bathin” bukan “Yang Zhahir”. Aku katakana padanya bahwa “Yang Zhahir” dan “Yang Bathin” telah menguasai dan mengalahkanku dengan perhatian-Nya, sebab tidak tersisa lagi bagiku argument untuk menjelaskanya. Akupun mantap bahwa tiada yang wujud kecuali Allah dan tiada sesuatupun di alam semesta ini kecuali hanya Dia. Lalu aku kabarkan guruku tentang perkara ini, ia pun sangat senang dan gembira hingga akhirnya ia berbicara padaku tentang tauhid khusus.

Dan awal mula di anugrahi kasyaf (ketersingkapan mata batin) tentang dzatnya Nabi Saw. saat ia tidak melihat pada dirinya, pada tiap orang dan tiap sesuatu kecuali dzatnya Rasululah Saw., namun bersamaan ia melihat Rasulullah Saw. ia temukan juga Dzat Allah Swt. dalam satu pandangan yang menyatu.

Syekh Arabi berkata ra.: Alam semesta telah aku tiadakan secara total sebagaimana tiada wujud lain dalam keesaan-Nya. Adapun mabuknya diiringi kejernihannya dan berkumpulnya tidak menghalanginya dari memisahkan menyaksikan Allah dan Rasulullah Saw.

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Tidak ada padaku tindakan menentang syariat dan melampaui batasannya. Terkadang la perkuat keadaannya namun tanpa keluar dari batas kewajaran, meski hal demikian semakin dahsyat hingga nyaris merobek kulitnya dan memusnakan dzatnya, Sedang sekumpulan orang yang lalai seperti istri dan kerabatnya bermaksud melemahkan keadaan dan persaksiannya. Dan keadaannya pun semakin bertambah menguat melebihi biasanya. Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Aku pasrahkan semua kepada Allah Swt. hingga la menguatkanku dan menjadikanku orang yang jernih dan mabuk secara sempurna, kuat dan meyeluruh. Dan Allahlah penolong atas ucapanku.

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Tidaklah aku membutuhkan sesuatu baik sedikit atau banyak kecuali aku menampiknya dan menghadapkan diri kepada Allah Swt., maka aku temukan sesuatu tersebut hadir dihadapanku dengan kekuasaan Yang Maha Mendengar dan Mengetahui.

Syekh Maulay al-Arabi ra. berkata: Aku lihat, wallahu a’lam, bahwa kebutuhan-kebutuhan orang awam dikabulkan dengan menerima dan mengupayakanya, sedang kalangan khas dikabulkan dengan berpaling darinya dan menghadap kepada Allah Swt dengan segera melaksanakan shalat dan membaca al-Qur’an sebagaimana sunnah baginda Rasulullah Saw.

Adapun keadaan beliau ialah zuhud akan dunia, mengosongkannya baik secara makna ataupun perasaan, melawan hawa nafsu, menghadap diri kepada Allah Swt. dan berpaling dari makhluk meskipun dipuji atau dicela, senantiasa merasa butuh (kepada Allah Swt.), mengutamakan kehinaan diri, tawakkal kepada Allah dalam setiap waktu dan keadaan, serta tidak menyisakan makanan siang untuk malam atau sebaliknya, namun sekedar mengambil cukup untuk keluarga dan menyedekahkan sisanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain