Otoritas Jasa Keuangan melarang lembaga jasa keuangan terlibat memanfaatkan dan memasarkan mata uang digital atau “bitcoin” karena tidak memiliki legalitas dari Bank Indonesia. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan melarang lembaga jasa keuangan di Bali terlibat memanfaatkan dan memasarkan mata uang digital atau “bitcoin” karena tidak memiliki legalitas dari Bank Indonesia.

“Karena itu berisiko tinggi, maka lembaga keuangan yang diatur oleh OJK, dilarang terlibat dengan bitcoin,” kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Senin (22/1).

Menurut Hizbullah, lembaga jasa keuangan seperti di antaranya perbankan apabila terlibat sampai ikut memperjualbelikan bitcoin tersebut, maka lembaga jasa keuangan itu akan diberikan sanksi.

“Sanksi tergantung kesalahannya bisa berat bisa ringan,” ucap Hizbullah.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada laporan atau temuan bahwa lembaga jasa keuangan khususnya yang beroperasi di Bali terlibat dalam sistem mata uang digital tersebut.

OJK, lanjut dia, tidak memiliki kewenangan terkait bitcoin tersebut karena otoritas jasa keuangan mengawasi tindak tanduk lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi hingga, lembaga pembiayaan.

Hizbullah menambahkan Bitcoin tidak memiliki dasar yang kuat sebagai mata uang, tidak seperti mata uang Rupiah yang merupakan mata uang sah sebagai sistem pembayaran di Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Begitu juga dengan mata uang sah negara lain seperti dolar AS yang diterbitkan oleh bank sentral AS, the Fed, Yen dari Jepang, Euro dari Uni Eropa dan mata uang sah lainnya.

Selain itu bitcoin, lanjut dia, tidak ada penanggungjawabnya, nilai berfluktuatif yang tidak wajar dan pelaku yang melakukan transaksi juga tidak jelas.

Sebelumnya Bank Indonesia telah melarang penggunaan bitcoin karena tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebutkan bahwa tujuan pembayaran atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan pihaknya menyebar tim khusus bersama kepolisian untuk menyelidiki praktik transaksi menggunakan mata uang virtual atau “bitcoin” itu.

“Kami ingatkan kepada masyarakat berhati-hati dengan transaksi menggunakan bitcoin karena mata uang seperti itu tidak ada otoritas yang mengatur, tidak ada undang-undangnya dan tidak jelas,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka