Jakarta, Aktual.com – Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) merasa keberatan jika kementerian ESDM melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dengan tujuan relaksasi sejumlah komoditas mineral mentah.
Menurut Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM, Tamba Hutapea kebijakan tersebut akan menghancurkan industri hilir yang telah dan sedang susah payah dilakukan oleh sejumlah investor.
“Upaya keras Pemerintah yang telah dilakukan untuk meyakinkan investor telah membuahkan hasil, investor telah menanamkan modalnya karena adanya rasa optimisme terhadap perintah dalam konsistensi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah. Jika ekspor dilakukan, akan membawa pengaruh buruk,” ujar Tamba, di Jakarta, Rabu (19/10).
Saat ini jelasnya, terdapat 22 proyek dengan nilai investasi USD2,5 Miliar dan Rp1,4 Triliun yang telah melakukan produksi. Kemudian 76 proyek dengan nilai investasi USD0,2 Miliar dan Rp0,7 Triliun dalam tahap konstruksi. serta 151 proyek dengan nilai investasi USD8,0 Miliar dan Rp8,8 Triliun dalam tahap awal merencanakan investasinya.
“Perlu diketahui, Industri smelter di luar negeri, khususnya Tiongkok, hampir menutup usahanya atau under utilisasi akibat sulitnya bahan baku. Relaksasi ekspor mineral mentah (ore) di Indonesia akan menghancurkan rencana dan realisasi investasi yang telah masuk serta menghidupkan kembali industri smelter di Tiongkok,” tuturnya
Selain itu tambahnya, pemberian relaksasi juga akan menjatuhkan kredibilitas Pemerintah dan akan menyulitkan membangun kepercayaan untuk kebijakan-kebijakan yang lain. Kemudian kebijakan relaksasi juga berpotensi menimbulkan kompleksitas permasalahan hukum.
“Relaksasi yang diberikan terhadap mineral mentah sangat bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dimana pada Pasal 95 ayat (c) mewajibkan pemegang IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan atau batubara,” tandasnya.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka