Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, menerima kunjungan kehormatan dari Penjabat Menteri Luar Negeri Sudan, Hussein Awad Ali, di Gedung Nusantara III kompleks parlemen Jakarta, Jumat (9/8).
Pertemuan ini bertujuan untuk membahas upaya penyelesaian konflik di Sudan serta memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Sudan.
Dalam pertemuan tersebut, Fadli Zon menegaskan komitmen Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai untuk mendukung rekonsiliasi damai di Sudan.
“Indonesia menyambut baik Resolusi Dewan Keamanan PBB terkait situasi Sudan dan sejalan dengan posisi komunitas internasional,” ujar Fadli Zon.
Pemerintah Indonesia juga telah memberikan bantuan kemanusiaan berupa 10 ton suplai medis senilai US$ 127.000 pada November 2023 dan 12,44 ton suplai medis senilai US$ 1 juta pada April 2024.
“Kami berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kepada Sudan dan berharap otoritas Sudan dapat menjamin pengiriman bantuan kemanusiaan tersebut kepada mereka yang paling membutuhkan,” tambahnya.
Dalam konteks kerja sama antar-parlemen, Fadli Zon menyatakan penghormatan yang tinggi terhadap upaya memperkuat kerja sama antara kedua negara, termasuk dalam dimensi parlemen. DPR RI telah membentuk kelompok persahabatan parlemen dengan Sudan yang bertujuan memperkuat hubungan bilateral dan kerja sama saling menguntungkan.
“Kami siap mendukung segala upaya yang dianggap penting dan diperlukan oleh otoritas Sudan untuk memperkuat hubungan parlemen kedua negara,” tegas Fadli Zon.
Lebih lanjut, Fadli Zon menyampaikan rencana DPR RI untuk menyelenggarakan Forum Parlemen Indonesia-Afrika (IAPF) sebagai bagian dari acara pendamping Forum Indonesia-Afrika (IAF) pada 1-3 September 2024.
“Kami berharap otoritas Sudan dapat berpartisipasi aktif dalam agenda ini untuk mendapatkan dukungan politik yang lebih besar bagi Sudan yang lebih baik dan damai,” harapnya.
Hubungan bilateral antara Indonesia dan Sudan telah terjalin sejak lama, ditandai dengan kedekatan kultur dan agama serta sejarah yang erat selama masa kolonialisme. Kehadiran ulama Sudan, Syekh Ahmad Surkati, pada tahun 1911 di Indonesia telah memainkan peran penting dalam pengembangan Al-Irsyad dan pembimbingan Jong Islamieten Bond (Perhimpunan Pemuda Islam).
Namun, akibat eskalasi konflik, hubungan perdagangan kedua negara mengalami penurunan signifikan. Pada 2023, volume perdagangan Indonesia-Sudan hanya mencapai US$ 84,2 juta, menurun hampir setengah dari tahun 2022. Meskipun demikian, neraca perdagangan tetap surplus bagi Indonesia senilai US$ 81,3 juta pada tahun 2023.
Pertemuan ini juga membahas potensi negosiasi damai antara SAF dan RSF yang direncanakan akan berlangsung pada 14 Agustus 2024 di Swiss dengan dukungan Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, telah berkomunikasi dengan pemimpin RSF, Hemedti, dan Ketua Dewan Transisi Sudan, al-Burhan, terkait proses negosiasi damai tersebut. Namun, al-Burhan menuntut agar Amerika Serikat merespon permintaan mereka terlebih dahulu sebelum negosiasi dimulai.
Pertemuan antara Fadli Zon dan H.E. Hussein Awad Ali ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Sudan, serta mendukung upaya perdamaian di Sudan.
“Hubungan Indonesia-Sudan telah berlangsung lama dan kami berharap hubungan ini dapat menjadi bagian dari pendorong utama masa depan Asia dan Afrika,” terang Fadli Zon.
Sebagai informasi, Konflik di Sudan berawal dari ketegangan antara dua kelompok militer, yaitu Sudan Armed Forces (SAF) yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan Rapid Support Forces (RSF), sebuah kelompok milisi yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti. Ketegangan ini memuncak pada April 2023.
Sejak April 2023, Sudan telah mengalami krisis kemanusiaan yang parah. Setidaknya 25 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan 14 juta di antaranya adalah anak-anak. Sebanyak 17,7 juta orang menghadapi ancaman kelaparan, dan lebih dari 8,6 juta jiwa telah mengungsi ke negara-negara tetangga. Pada akhir 2023, sekitar 700.000 anak-anak mengalami malnutrisi akut, menjadikan krisis di Sudan sebagai salah satu krisis pengungsi anak terbesar di dunia.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan