Jakarta, Aktual.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan fenomena munculnya suhu dingin di kota itu pada malam hari merupakan pengaruh dari angin timuran atau angin dari Australia yang bersifat dingin.

“Pada saat ini Di Australia sedang memasuki musim dingin, akibatnya angin yang berasal dari benua itu bersifat dingin dan kering,” kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Djoko Budiono di Yogyakarta, Sabtu (7/7).

Ia menambahkan suhu dingin juga merupakan hal yang wajar sebagai salah satu karekteristik dari musim kemarau. Berdasarkan hasil pengamatan suhu udara di Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta tercatat suhu terendah pada Kamis (5/6) malam yang mencapai 18 celcius.

Menurut dia, kandungan uap air dalam udara (kelembabannya) di Yogyakarta saat ini sangat rendah. Uap air mempunyai sifat dapat menyerap radiasi atau panas yang berasal dari bumi sehingga bisa menghangatkan suhu bumi.

“Dengan rendahnya uap air dalam udara maka radiasi dari bumi langsung ke luar menuju atmosfer tanpa ada yang menyerap. Kondisi inilah yang menyebabkan suhu udara disekitar bumi menjadi cepat dingin,” tambahnya.

Kondisi tersebut, sebutnya bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan di mana kandungan uap air di atmosfer masih cukup banyak sehingga atmosfer menjadi semacam “reservoir panas” saat malam hari.

Berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia selama 1 hingga 5 Juli 2018, suhu udara tercatat kurang dari 15 derajat celcius di beberapa wilayah yang seluruhnya memang berada di dataran tinggi atau kaki gunung seperti Frans Sales Lega (NTT), Wamena (Papua), dan Tretes (Pasuruan),

Suhu udara terendah tercatat di Frans Sales Lega (NTT) dengan nilai 12.0 derajat celcius pada 4 Juli 2018. Sementara itu untuk wilayah lain di Indonesia selisih suhu terendah selama awal Juli 2018 ini terhadap suhu terendah rata-rata selama 30 hari terakhir ini tidak begitu besar.

Sebelumnya, banyak tersiar kabar di tengah masyarakat bahwa pada Jumat (6/7) suhu udara di wilayah Indonesia mengalami penurunan drastis akibat fenomena “aphelion”.

Padahal pada faktanya penurunan suhu di bulan Juli belakangan ini lebih dominan disebabkan karena dalam beberapa hari terakhir di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT kandungan uap di atmosfer cukup sedikit dan terpengaruh angin dari Australia. (Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka