Jakarta, Aktual.com — Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) VII, Achsanul Qosasih menyoroti harga saham PT Freeport Indonesia yang ditawarkan ke pemerintah dianggap tidak wajar. Menurut dia, harga saham Freeport 10,64 persen yang senilai US$1,7 miliar atau Rp 23 triliun itu dianggap di luar nilai kewajaran atau fair value.
“Nilai divestasinya itu kami anggap tidak wajar. Tidak sesuai nilai kewajaran (fair value). Jadi kalau bicara soal kewajaran itu tidak wajar,” tegas Achsanul di sela-sela acara Acara BPK, di Jakarta, Selasa (19/1).
Menurut dia, sejatinya masalah Freeport itu bukan ranahnya BPK. Auditor negara itu hanya mengawasi Freeport terkait dengan royalti atau dividennya yang diserahkan ke kas negara.
“Tapi saya sendiri terus mengawasi proses divestasi ini. Ini untuk menjaga-jaga kalau suatu saat DPR minta untuk melakukan audit terkait proses divestasi ini,” tutur dia.
Menurut Achsanul, divestasi ini penting dilakukan oleh pemerintah. Karena selama berpuluh-puluh tahun terus dikelola asing tentu sangat tidak baik.
“Jadi jangan terus (Freeport) dikelola oleh asing. Perlu juga dalam kasus ini bicara nasionalisme. Saya begini bukannya anti asing,” tegas dia.
Bahkan dalam proses divestasi ini juga, BPK mengingatkan agar diiringi dengan proses alih teknologi. Karena untuk mengelola tambang besar seperti Freeport butuh teknologi kuat. Ia mencontohkan salah satu BUMN yang semula dikelola asing, begitu dikelola putra Indonesia kinerjanya stagnan.
“Bukan soal SDM kita kurang mampu. Ini hanya soal market-nya. Jangan sampai matket kita malah nerkurang setelah dikelola kita,” ingat dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan