Angka pertumbuhan penggunaan Elpiji 3 kg (subsidi untuk rakyat miskin) meningkat signifikan daripada jumlah angka pertumbuhan rakyat miskin, namun hal ini tidak ditertibkan oleh pemerintah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5,07 persen (yoy) dan merupakan tertinggi sejak 2014.

“Pertumbuhan ekonomi ini tertinggi sejak 2014,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (5/2).

Suhariyanto menjelaskan pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dari periode 2014 sebesar 5,01 persen, periode 2015 sebesar 4,88 persen dan periode 2016 sebesar 5,03 persen.

“Mudah-mudahan angka ini makin bagus dan hasil pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan pemerintah dalam tiga tahun terakhir mulai bergulir,” katanya.

Menurut pengeluaran, pertumbuhan ekonomi 2017 didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,95 persen, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 6,15 persen dan konsumsi pemerintah tumbuh 2,14 persen.

“Konsumsi rumah tangga tumbuh karena adanya kenaikan konsumsi pada kelompok kesehatan dan pendidikan, restoran dan hotel serta transportasi dan komunikasi,” jelas Suhariyanto.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh konsumsi LNPRT yang tumbuh 6,91 persen, ekspor tumbuh 9,09 persen serta impor tumbuh 8,06 persen, meski impor ini merupakan faktor pengurang.

“Ekspor tumbuh positif sepanjang 2017 karena terjadi kenaikan pada ekspor barang nonmigas seiring meningkatnya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor,” kata Suhariyanto.

Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar dalam struktur PDB 2017 yaitu sebesar 56,13 persen, diikuti pembentukan modal tetap bruto 32,16 persen, ekspor 20,37 persen, konsumsi pemerintah 9,1 persen, konsumsi LNPRT 1,18 persen dan impor yang menjadi faktor pengurang 19,17 persen.

Menurut lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi 2017 didukung oleh sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh 9,81 persen, diikuti sektor jasa lainnya yang tumbuh 8,66 persen dan sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh 8,49 persen.

“Namun, struktur PDB pada 2017 masih didukung oleh industri pengolahan sebesar 20,16 persen, sektor pertanian 13,14 persen dan sektor perdagangan 13,01 persen,” tambah Suhariyanto.

Suhariyanto mengatakan struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada periode ini didominasi oleh kelompok provinsi di Sulawesi yang tumbuh 6,99 persen, Jawa yang tumbuh 5,6 persen dan Maluku serta Papua yang tumbuh 4,89 persen.

Struktur ekonomi juga didukung oleh kelompok provinsi di Kalimantan yang tumbuh 4,33 persen, Sumatera yang tumbuh 4,3 persen dan Bali serta Nusa Tenggara yang tumbuh 3,73 persen.

“Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara tumbuh lebih rendah dari wilayah lain karena sektor pariwisata maupun jasa di kawasan ini sempat terganggu dari erupsi Gunung Agung,” ujarnya.

Secara keseluruhan, kelompok provinsi di Pulau Jawa masih memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB yaitu sebesar 58,49 persen, diikuti Sumatera 21,66 persen, Kalimantan 8,2 persen, Sulawesi 6,11 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,11 persen serta Maluku dan Papua 2,43 persen.

Sementara itu, perekonomian Indonesia tahun 2017 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp13.588,8 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp51,89 juta atau sekitar 3.876,8 dolar AS.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara